Pages

Jumat, 11 Maret 2011

SEJARAH BUGIS DI MALAYSIA

Sebaik sahaja Raja Bugis menerima utusan dari Raja Sulaiman, angkatan tentera Bugis terus datang dengan 7 buah kapal perang menuju ke Riau. Raja Kechil telah ditumpaskan di Riau dan melarikan diri ke Lingga dalam tahun Hijrah 1134. Sebagai balasan, Raja Sulaiman telah bersetuju permintaan Raja Bugis dimana mereka mahukan supaya raja-raja Bugis dilantik sebagai Yamtuan Besar atau Yang Di-Pertuan Muda, bagi memerintah Johor, Riau and Lingga secara bersama jika semuanya dapat ditawan.

Setelah Bugis berjaya menawan Riau, Raja Sulaiman kemudiannya pulang ke Pahang, manakala raja Bugis pula pergi ke Selangor untuk mengumpulkan bala tentera dan senjata untuk terus menyerang Raja Kechil. Semasa peninggalan tersebut, Raja Kechil telah menawan semula Riau semasa raja Bugis masih berada di Selangor.

Setelah mendapat tahu Riau telah ditawan oleh Raja Kechil, Bugis terus kembali dengan 30 buah kapal perang untuk menebus semula Riau, semasa dalam perjalanan menuju ke Riau, mereka telah menawan Linggi (sebuah daerah di Negeri Sembilan) yang dikuasai oleh Raja Kechil. Setelah Raja Kechil mendapat tahu akan penawanan itu, baginda telah datang ke Linggi untuk menyerang balas.

Pehak Bugis telah berpecah dimana 20 buah dari kapal perangnya meneruskan perjalanan menuju ke Riau dan diketuai oleh 3 orang dari mereka. Raja Sulaiman telah datang dari Pahang dan turut serta memberi bantuan untuk menawan semula Riau. Dalam peperangan ini mereka telah berjaya menawan kembali Riau dimana kemudiannya Raja Sulaiman dan Bugis telah mendirikan kerajaan bersama.

Setelah mengetahui penawanan Riau tersebut, Raja Kechil kembali ke Siak kerana baginda juga telah gagal menawan semula Linggi dari tangan Bugis. Hingga kini Linggi telah didiami turun-temurun oleh keturunan Bugis dan bukan daerah Minangkabau.

Pada tahun 1729, Bugis sekali lagi menyerang Raja Kechil di Siak dimasa Raja Kechil ingin memindahkan alat kebesaran DiRaja Johor (Sebuah Meriam) ke Siak. Setelah mengambil semula kebesaran DiRaja tersebut, Raja Sulaiman kemudiannya ditabalkan sebagai Sultan Johor dengan membawa gelaran Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah yang memerintah Johor, Pahang, Riau, and Linggi.

Sultan Sulaiman telah melantik Daeng Marewah sebagai Yamtuan Muda Riau. Kemudian adik perempuannya Tengku Tengah pula dikahwinkan dengan Daeng Parani yang mana telah mangkat di Kedah semasa menyerang Raja Kechil disana. Seorang lagi adik Sultan Sulaiman Tengku Mandak dikahwinkan dengan Daeng Chelak ( 1722-1760) yang dilantik sebagai Yamtuan Muda II Riau 1730an. Kemudian anak Daeng Parani, Daeng Kemboja dilantik menjadi Yamtuan Muda III Riau (yang juga memerintah Linggi di Negeri Sembilan).

Anak Daeng Chelak, Raja Haji dilantik sebagai Yamtuan Muda IV Riau dimana baginda telah hampir dapat menawan Melaka dari tangan Belanda dalam tahun 1784 tetapi akhirnya baginda mangkat setelah ditembak dengan peluru Lela oleh Belanda di Telok Ketapang, Melaka. Baginda telah dikenali sebagai Al-Marhum Telok Ketapang.

Dalam tahun 1730an, seorang Bugis bernama Daeng Mateko yang berbaik dengan Raja Siak mengacau ketenteraman Selangor.

Ini menjadikan Daeng Chelak datang ke Kuala Selangor dengan angkatan perang dari Riau. Daeng Mateko dapat dikalahkan kemudiannya beliau lari ke Siak. Dari semenjak itulah daeng Chelak sentiasa berulang-alik dari Riau ke Kuala Selangor. Lalu berkahwin dengan Daeng Masik Arang Pala kemudian dibawa ke Riau.

Ketika Daeng Chelak berada di Kuala Selangor penduduk Kuala Selangor memohon kepada beliau supaya terus menetap di situ sahaja. Walau bagaimana pun Daeng Chelak telah menamakan salah seorang daripada puteranya iaitu Raja Lumu datang ke Kuala Selangor. Waktu inilah datang rombongan anak buahnya dari Riau memanggil Daeng Chelak pulang ke Riau dan mangkat dalam tahun 1745.

KAPAL BUGIS (Pinisi)

Konflik antara kerajaan BUGIS dan MAKASSAR pada abad 16-19, menyebabkan ketegangan di daerah SULAWESI


SELATAN. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Komunitas Bugis hampir selalu dapat ditemui didaerah pesisir di Nusantara bahkan sampai ke negara tetangga. Budaya perantau yang dimiliki orang Bugis didorong oleh keinginan akan kemerdekaan, Konsep “SIRI” adalah konsep Kaum Bugis yang berarti Malu Menjaga Marwa, Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kebebasan dalam berkarir dengan semboyang “Mali Siparappe Rebba Sipatokkong Malilu Sipakainge”Kepiawaian suku Bugis-Makasar dalam mengarungi Samudra cukup dikenal luas dengan nama KAPAL PINISI, Satu bukti Di Cape Town Afrika Selatan terdapat sebuah suburb atau setingkat Kecamatan, yang bernama Maccassar, sebagai simbol penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka.

LONTARA

Kebudayaan diciptakan karena adanya kebutuhan (needs) manusia untuk mengatasi berbagai problem yang ada dalam kehidupan mereka. Melalui suatu proses berfikir yang diekspresikan kedalam berbagai wujud. Salah satu wujud kebudayaan manusia adalah TULISAN. Seperti halnya dengan wujud-wujud kebudayaan lainnya. Penciptaan tulisan pun diciptakan karena adanya kebutuhan manusia untuk mengabdikan hasil-hasil pemikiran mereka.

Menurut Coulmas, pada awalnya tulisan diciptakan untuk mencatatkan firman-firman tuhan, karena itu tulisan disakralkan dan dirahasiakan. Namun dalam perjalanan waktu dengan berbagai kompleksitas kehidupan yang dihadapi oleh manusia, maka pemikiran manusia pun mengalami perkembangan demikian pula dengan tulisan yang dijadikan salah satu jalan keluar untuk memecahkan problem manusia secara umumnya. Seperti yang dikatakan oleh Coulmas “a king of social problem solving, and any writing system as the comman solution of a number of related problem” (1989:15)

1. Alat Untuk Pengingat

2. Memperluas jarak komunikasi

3. Sarana Untuk memindahkan Pesan Untuk Masa Yang akan dating

4. Sebagai Sistem Sosial Kontrol

5. Sebagai Media Interaksi

6. Sebagai Fungsi estetik

Begitu pula yang terjadi pada kebudayaan di Indonesia. Ada beberapa suku bangsa yang memiliki huruf antara lain. Budaya Jawa, Budaya Sunda, Budaya Bali, Budaya Batak, Budaya Rejang, Budaya Melayu, Budaya Bugis Dan Budaya Makassar.

Disulawesi selatan ada 3 betuk macam huruf yang pernah dipakai secara bersamaan.

1. Huruf Lontaraq

2. Huruf Jangang-Jangang

3. Huruf Serang

Sementara bila ditempatkan dalam kebudayaan bugis, Lontaraq mempunyai dua pngertian yang terkandung didalamnya

a. Lontaraq sebagai sejarah dan ilmu pengetahuan

b. Lontaraq sebagai tulisan

Kata lontaraq berasal dari Bahasa Bugis/Makassar yang berarti daun lontar. Kenapa disebuat sebagai lontaraq ? karena pada awalnya tulisan tersebut di tuliskan diatas daun lontar. Daun lontar ini kira-kira memiliki lebar 1 cm sedangkan panjangnya tergantung dari cerita yang dituliskan. Tiap-tiap daun lontar disambungkan dengan memakai benang lalu digulung pada jepitan kayu, yang bentuknya mirip gulungan pita kaset. Cara membacanya dari kiri kekanan. Aksara lontara biasa juga disebut dengan aksara sulapaq eppaq

Karakter huruf bugis ini diambil dari Aksara Pallawa (Rekonstruksi aksara dunia yang dibuat oleh Kridalaksana)
Silsilah Aksara DuniaSililah Aksara Dunia (Click Untuk Memperbesar)

Memang terdapat bebrapa varian bantuk huruf bugis di sulawesi selatan, tetapi itu tidaklah berarti bahwa esensi dasar dari huruf bugis ini hilang, dan itu biasa dalam setiap aksara didunia ini. Hanya ada perubahan dan penambahan sedikit yang sama sekali tidak menyimpang dari bentuk dasar dari aksara tersebut. Varian itu disebabkan antara lain

1. Penyesuaian antara bahasa dan bunyian yang diwakilinya.

2. Penyesuaian antara bentuk huruf dan sarana yang digunakan.

Bugis

SUKU BUGIS adalah suku yang tergolong ke dalam suku Melayu muda. Masuk ke SULAWESI SELATAN setelah gelombang migrasi pertama dari daratan ASIA tepatnya Yunan. Kata ‘Bugis’ berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Tiongkok, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya di Kabupaten Wajo yaitu LA SATUMPUGI Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar didunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio.
SUKU BUGIS adalah suku terbesar ketiga di Indonesia setelah suku Jawa dan Sunda. Berasal dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dan menyebar pula di propinsi-propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah,Pulau Kalimantan, Irian, Jawa Bali dan Kepulauan Riau, dan sampai ke Negara Singapore, Malaysia, Berunai Darussalam dan sampai ke Afrika Selatan.