Pages

Minggu, 12 Desember 2010

PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Produk-produk hasil perikanan seperti ikan mempunyai potensi yang besar sebagai penyebk keracunan makanan. Meskipun makanan-makanan hasil laut setelah ditangkap dari air yang terpolusi, tetapi kontaminasi dari bakteri pathogen dapat terjadi selama penanganan dan pengolahan. Ikan segar yang baru ditangkap umumnya mengandung mikroornisme sebanyak 10-2 sampai 10-3 sel/cm2 permukaan kulit atau mikroorganisme gram daging (Fardiaz, 1992).
Ikan merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena kandungan proteinnya tinggi, mengandung asam amino esensial, nilai biologinya tinggi dan harganya murah dibandingkan sumber protein lainnya, memiliki kelemahan karena cepat mengalmi kebusukan (Adawyah, 2007).
Selama penyimpanan pada suhu rendah bakteri Pseudomonas, Ateromnas,Miraxella dan Acerobacter meningkat lebih cepat dibandingkan dengan organism lainnya. Pada tahap pembusukan, bakteri ini mencapai 80% dari total pada ikan. Perbedaab jenis dipengaruhi oleh musim dan letak geografis, cara penangkapan dan penanganan ikan (Junianto, 2003).
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah busuk. Pembusukan dapat terjadi antara lain oleh perlakuan ikan setelah ditangkap dan ikan yang banyak berontak (Gozali et al., 2004).

1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum mikrobiologi pangan ikan mengenal pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan, adalah untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan.
Sedangkan tujuan dari praktikum mikrobiologi pangan pada materi ini adalah agar praktikan dapat membandingkan pengaruh perbedaan suhu penyimpanan ikan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan serta untuk mendapatkan suhu penyimpanan yang efektif untuk mempertahankan kesegaran ikan tersebut dan mengetahui jumlah mikroba yang tumbuh dengan perlakuan suhu penyimpanan yang berbeda.

1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum mikrobiologi pangan ikan mengenai pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 13.00 – selesai dan dilakukan preparasi pada hari Selasa, pada tanggal 30 Maret 2010 pukul 15.00 WIB – selesai serta dilakukan pengamatan pada hari Kamis pada tanggal 1 April 2010 pukul 15.00 WIB di Laboratorium Mikrobiologi Dasar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Sampel (Ikan Nila)
Menurut Kusumawaty (2009), klasifikasi ikan nila sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Osteichtes
Sub kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percormorphii
Sub ordo : Percoidae
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreo niloticus
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar. Ikan nila merupakan ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai 30 cm. Sirip punggung (dorsal) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari lunak dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 11-18 jari-jari. Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan dengan beberapa pita gelap melintang yang pemakan omnivore, pemakan plankton, serta pemakan aneka tumbuhan hingga kini diperkirakan dapat sebagai pengendal gulma air. Secara alami ikan nila ditemukan mulai dari syaria utara hingga Afrika Timur sampai Koggo dan Liberia. Ikan nila maupun sumber protein hewani bagi konsumsi manusia. Nilai kurang bagi ikan nila sebagai bahan konsumsi adalah kandungan asam lemak omega -6 yang tinggi sementara asam lemak omega -3 yang rendah. Komposisi ini kurang baik bagi mereka yang memiliki penyakit dengan peredaran darah (Anonymous,2009).
Menurut Rostini (2007), komposisi kimia nila merah dalam 100 gram daging:

2.2 Penanganan Ikan Berdasarkan Suhu Penyimpanan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan dengan apa pun kecuali semata – mata didinginkan dengan es. Penanganan ikan segar dimaksudkan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan terhadap ikan segar sejak ditangkapa samapai saat diterima oleh pemakaiannya. Pekerjaan ini dilakukan oleh nelayan, pedagang, pengolah, penyalur, pengencer dan seterusnya hingga konsumen.
Menurut Buckle et. al.(2007) proses pembekuan menyangkut penyimpanan ikan pada suhu jauh di bawah 0oC. untuk menghambat tumbuhnya bakteri dalam jangka waktu yang lama, diperlukan suhu -10oC sampai -12oC. Tetapi perubahan – perubahan lain yang tidak dikehendaki seperti denaturasi, protein dan ketengikan lemak hanya dapat diatasi dengan penggunaan suhu rendah -20oC sampai -30oC.
Pendinginan ikan hingga 0oC dapat memperpanjang kesegaran ikan antara 12 – 18 hari sejak saat ikan ditangkap dan tergantung pada jenis ikan cara penanganan, serta teknik pendinginannya. Proses pendinginanan hanya mampu menghamabat aktivitas mikrooorganisme dan menghambat aktivitas mikroorganisme. aktivitas akan kembali normal jika suhu tubuh ikan kembali naik (Adawyah, 2007).
Pada suhu rendah (dingin atau beku) proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat. Selain itu pada kondisi lebih rendah, pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga dapat diperlambat (Junianto,2003).

2.3 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme dan Grafik / Kurva Pertumbuhan
Menurut Admin (2001), dalam Firmangalung (2009), bila bakteri diinokulasikan dalam medium baru, pembiakan tidak segera terjadi tetapi ada periode penyesuaian pada lingkungan tang dikenal dengan pertumbuhan. Kemudian akan memperbanyak diri (replikasi) dengan laju yang konstan, sehingga diperoleh kurva pertumbuhan. Pada kurva pertumbuhan dikenal beberapa fase pertumbuhan yaitu:
• Fase lamban
Fase lamban merupakan periode awal dan merupakan fase penyesuaian diri sehingga tidak ada pertambahan jumlah sel, bahkan kadang-kadang jumlah sel menurun.
• Fase cepat
Face cepat merupakan periode pembiakan yang cepat. Pada periode ini dapat diamati cirri-ciri sel yang aktif.


a. Fase adaptasi
Jika jasad renik dipindahkan kedalam suatu medium mula-mula akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan substrat dan kondisi lingkungan disekitarnya. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin tidak tetap, tapi kadang-kadang menurun.
b. Fase Pertumbuhan Awal
Setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri.
c. Fase Pertumbuhan Logaritmik
Fase ini jasad renik membelah dengan cepat dan konstan dimanana pertambahan jumlahnya


2.3.2 Kurva pertumbuhan

Keterangan :
1. Fase Adaptasi
2. Fase Permulaan Pembiakan
3. Fase Pembiakan Cepat
4. Fase Pembiakan diperlambat
5. Fase Konstan
6. Fase Kematian
7. Fase Kematian dipercepat
Fase-fase pertumbuhan bakteri yang terjadi bila bakteri diinakulasi pada medium biakan. Fase sel mulai mensintesis enzim-enzim yang dapat dirangsang dan menggunakan sadangan makanan. Fase pertumbuhan logaritmik laju pembiakan tetap. Fase stationer = laju kematian sama dengan laju penambahan. Fase kematian = sel-sel mulai mati pada laju yang lebih cepat daripada laju pembiakan (Layer. et al., 1992).

2.3.3. Grafik Hubungan Suhu dan Pertumbuhan Self Life
Menurut Dwijosaputra (1989) Grafik hubungan pertumbuhan bakteri dengan suhu adalah :
Y = Pertumbuhan
X = Suhu

Keterangan : A = Psikotrofil
B = Mesofil
C = Termofil
Telah menunjukkan suhu optimum

f) Fase menuju kematian dan fasa kematian
Pada proses ini populasi jasad renik mulai mengalami kematian karena beberapa sebab yaitu :
1. Nutrien didalam medium sudah
2. Energi cadangan didalam sel habis
Jumlah sel yang mati semakin lama akan semakin banyak dan kecepatan kematian dipengaruhi oleh kondisi nutrien, lingkungan dan jenis jasad renik.

2.4. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
Pengawetan pangan dengan menggunakan suhu rendah akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Bakteri pembusukhidup pada suhu antara 0-300C, bila suhu diturunkan dengan cepat sampai dibawah 00C, maka proses pembusukan akan terhambat, karena pada suhu ini kegiatan bakteri akan terhenti sama sekali. Sedangkan kegiatan enzim perusak telah lebih dulu terhambat. Dasar inilah yang digunakan untuk mengawetkan ikan dengan es (termasuk pembekuan) (Gozali, et al,2008).
Pada suhu rendah (dingin/beku) proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat. Selain itu pada kondisi lebih rendah, pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga dapat diperlambat. Dengan demikian, kesegaran ikan akan semakin lama dipertahankan (Julianto, 2003).
Berdasarkan hubungan antar suhu dan pertumbuhan, mikroorganisme dapat dikelompokkan sebagai psikotrof, mesofilik, termotrof/termofilik. Dalam keadaan suhu beku (dibawah-150C) pertumbuhan mikroorganisme terhenti dan kebanyakan mikroorganisme mulai mati secara perlahan. Apabila bahan pangan disimpan pada suhu yang cukup panas (50-500C) untuk waktu yang cukup lama mikroorganisme thermotrophik dan termofilik berkembang secara selektif.
Suhu dimana suatu makanan disimpan sangat besar pengaruhnya terhadap jasad renik yang dapat tumbuh serta kecepatan pertumbuhannya. Kapang dan khamir pada umumnya tergolong dalam mesofil, yaitu tumbuh dengan baik pada makanan yang disimpan pada suhu kamar, bahkan beberapa masih hidup pada suhu dingin (Fardiaz, 1992)

2.5. Macam Bakteri Berdasarkan Kisaran Suhu Hidupnya.
Menurut Kusnandar (2002) Berdasarkan suhu optimum pertumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan atas tiga tahap yaitu :
a) Psikotropik, suhu optimum 14-200C tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu refrigrator (40C) kelompok organisme ini yang penting pada makanan kaleng adalah clostridium botolinum tipe E dan strain non proteolitik tipe B dan F.
b) Mesofilik suhu optimum 30-370C. suhu ini merupakan suhu normal gudang clostridium botolinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme kelompok ini.
c) Termofilik, suhu optimum kebanyakan termofili pada suhu 450C-600C jika spora bakteri tidak dapat bergeminasi dan tidak tumbuh dibawah suhu 500C-660C atau pada suhu yang lebih rendah (380C) bakteri ini disebut fakultatif termofilik.
Menurut Fardiaz (1992) mikroorganisme dapat dibedakan atas 3 group berdasarkan suhu optimum :
1. Psikrofil mempunyai suhu optimum 5 – 150C dengan kisaran suhu pertumbuhan 5-200C.
2. Mesofil yang mempunyai suhu optimum 20-400C dengan kisaran suhu pertumbuhan 10-450C
3. Termofil mempunyai suhu optimum 45-600C dengan kisaran suhu pertumbuhan 25-800C.


2.6. Laboratory Asesment.
Bahan pemeriksaan berupa hapusan tangan atau swab dari petugas pemotong hewan di RpH dengan menggunakan lidi, kapas steril, cara kerja :
1. Lidi kapas steril dideskan pada tangan responden, kemudian lidi dimasukkan dalam perbenihan transport yang blair dan segera dibawa kelaboratorium. Hapusan tangan sebagian ditanam langsung ke MC conney, PCA. Nutrient agar (persemalam) dengan air peptone.
2. Pembenihan yang telah ditanami kemudian dieramkan selama 18-24 jam pada suhu 370C.
3. Koloni yang tumbuh pada pembenihan kemudian dimurnikan lalu diidentifikasi dengan pemeriksaan serologis dan biokimia.
4. Apabila terdapat kuman photogen escheria colu maka dilakukan isolasi dan ditanam pada SMAC kemudian dieramkan pada suhu 370C selama 18-24 jam. Bila terdapat koloni merah dengan zona putih disekitarnya maka diduga kuman E.coli diduga secara serelogis dan hasilnya di bandingkan dengan E.coli standar (Jartika et.,al.2005).



3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum tentang pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba ini adalah.
• Tabung reaksi : Untuk tempat pengenceran bertingkat dan tempat larutan NaFis 0,9%
• Bunsen : Menciptakan kondisi aseptis
• Cawan petri : Membiakkan mikroba
• Rak tabung reaksi : Tempat meletakkan tabung reaksi
• Pipet serologis 1 ml : Mengambil larutan 0,1 ml pada saat penanaman dan 1 ml untuk pengenceran
• Timbangan digital : Untuk menimbang sampel sebanyak 1 gr dengan
ketelitian 0,01 gr
• Sprayer : Tempat alkohol sebagai banhan sterilisasi
• Triangle : Untuk meratakan sampel saat penanaman
• Telenan : Untuk alas memotong sampel
• Beaker glass 250 ml : Sebagai wadah alkohol dan triangle
• Colony counter : Untuk menghitung jumlah koloni bakteri
• Pisau : Memotong sampel
• Mortar : Menghaluskan sampel
• Erlenmeyer 250 ml : Sebagai wadah pembuatan PCA
• Autoklat : Mensterilkan alat dan bahan, pada suhu 1210C,
tekanan 1 atm, selama 15-20 menit
• Spatula : Tempat inkubasi pada suhu kamar
• Gelas ukur : Untuk mengukur aquades


3.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum tentang pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba adalah :
• Ikan nila : Sebagai sampel yang diuji
• PCA : Sebagai media pertumbuhan mikroba
• Alkohol : Untuk menciptakan kondisi aseptis
• Kertas Label : Untuk menandai setiap
• Kapas :Untuk menutup lubang tabung reaksi, pipet serologis dan Erlenmeyer 250 ml
• Air : Untuk membersihkan peralatan yang telah
digunakan
• Kertas Koran : Untuk membungkus alat yang telah disterilisasi
• Na Fis 0.9% : Sebagai pengencer dan mempertahankan tekanan osmosis pada mikroba
• Tali : Untuk mengikat plastik
• Aquadest : Untuk pelarut PCA dan Na Fis 0.9%
• Tissue : Untuk mengeringkan peralatan
• Alufo 4 cm : Untuk memberikan batasan dalam menggunakan swap pada permukaan sampel yang akan diambil mikrobanya
• Swap steril : Untuk mengambil mikroorganisme pada permukaan sampel



4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Kel. Perlakuan A B  koloni/ count (koloni/ml) Count/cm2 (count/ml)
10-3 10-4 10-3 10-4
1 Kontrol/segar 285 156 TBUD TBUD 285x104 641,25x104
2 Suhu ruang 24 jam 164 153 - - 164x104 369x104
3 Kulkas 24 jam Spreader 239 111 187 111x104 249,72x104
4 Freezer 24 jam 258 TBUD TBUD 123 258x104 580,5x104
5 Kontrol/segar 184 102 45 12 114,5x104 257,625x104
6 Suhu ruang 24 jam 54 TBUD TBUD TBUD 54x104 121,5x104
7 Kulkas 24 jam 91 81 74 73 82,5x104 185,625x104
8 Freezer 24 jam 202 99 117 172 159,5x104 385,875x104

4.2 Analisa Prosedur

Pada praktikum ini, peralatan yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu dalam autoclave bertujuan untuk mematikan semua organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121°C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Menurut Nikclin et.al., (1999) dalam stabilitas panas dari hasil spora bakteri, tidak bisa dihilangkan dengan cara sterilisasi mendidih yang menggunakan panas basah, sehingga harus dilakukan pada temperatur lebih tinggi dan tekanan autoclave. Mesin ini beroperasi normal pada suhu 121° dan 15 psi cukup membunuh kebanyakan mikroba. Selain itu menurut Chaidir dan Budianto (2003), sterilisasi adalah pemanasan pada suhu diatas 100°C dalam waktu yang relatif lama sehingga mikroba mati.
Tahap awal yang dilakukan adalah membuat preparasi sehari sebelum praktikum. Preparasi yang dibuat adalah pada sampel pada sampel ikan nila dengan perlakuan disimpan pada suhu kamar selama 24 jam, disimpan dalam kulkas selama 24 jam, freezer 24 jam. Tujuan dari perlakuan berbeda ini adalah sebagai pembanding.
Pada saat praktikum, peralatan dan bahan yang dibutuhkan disiapkan terlebih dahulu. Pertama-tama menyiapkan aluminium foil yang telah disterilisasi agar aseptis. Aluminium foil dilubangi seluas 4 cm2 pada bagian tengah dengan tujuan untuk membatasi wilayah pengambilan bakteri yang terdapat pada permukaan sampel. Aluminium foil yang telah dilubangi diaseptis dekat Bunsen, kemudian ditempel pada permukaan sampel.
Langkah selanjutnya swap steril digosok-gosok pada lubang seluas 4 cm2 dengan tujuan untuk mengambil bakteri pada sampel. Swap tersebut dimasukkan ke dalam Na-Fis (9 ml) steril dengan diputar pada dinding tabung reaksi dan dicatat sebagai pengenceran 10-1 dihomogenkan. Kemudian diambil 1 ml dengan menggunakan pipet serologis dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml Na-Fis 0,9%. Sebagai pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama pengenceran dari 10-2 menjadi 10-3 dan 10-3 menjadi 10-4. Pipet serologis yang digunakan untuk tiap pengenceran sebelumnya. Tujuan dari pengenceran yaitu mengurangi padatan. Pada pengenceran 10-3 dan 10-4 diambil lagi 0,1 ml, lalu dimasukkan dalam cawan petri yang telah berisi media PCA. Penanaman dilakukan secara duplo dengan tujuan agar cawan yang satu dijadikan koreksi bagi cawan lain. Metode yang dilakukan yaitu metode spreed. Teknik spreed plate (lempeng datar) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar dengan cara menuangkan stok kultur bakteri/menghapuskannya di atas media yang telah memadat. Selanjutnya cawan yang sudah berisi media dan sampel diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari dengan tujuan dalam incase, cawan petri dimasukkan dalam plastik dibalik agar uap air tidak jatuh pada media biakan kemudian diikat. Pada umumnya suhu pemeraman 25°-35°C memberi hari perhitungan yang lebih tinggi daripada suhu pemeraman 37°C dan waktu pemeraman 48 jam juga memberi hasil yang lebih tinggi dari 24 jam.
Menurut Dwijosaputro (2005) tujuan pengenceran adalah mendapatkan hasil beberapa koloni tumbuh dalam medium tersebut.
Menurut Pradika (2009), spread plate adalah teknik penanaman yang didasarkan pada penyebaran sel permukaan agar volume yang ditanamkan umumnya 0,1 pada cawan dengan diameter ± 9 cm.
Tahap terakhir adalah menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media tersebut. Untuk menghitung jumlah mikroba yang tumbuh dapat dibantu dengan menggunakan colony counter sehingga memudahkan untuk menghitung. Setelah didapat jumlah mikroba yang tumbuh, cawan petri dicuci sampai bersih. Perhitungan koloni menggunakan rumus:


4.3 Analisa Hasil
Dari hasil praktikum mikrobiologi pangan ikani materi pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan didapatkan hasil pada kelompok 1 perlakuan kontrol/segar total koloni adalah 285x104 koloni/ml dan count/cm2 = 641,5x104 count/cm2. Pada kelompok 2 dengan perlakuan ditaruh di suhu ruang 24 jam total koloni = 164x104 koloni/ml dan count/cm2 = 363x104 koloni/ml. Pada kelompok 3 dengan perlakuan di kulkas 24 jam, total koloni = 111x104 koloni/ml dan cont/cm2 = 249,75x104 count/ml. Pada kelompok 4 dengan perlakuan di frezer 24 jam total koloni = 258x104 koloni/mll dan count= 580,5x104 count/cm2. Pada kelompok 5 dengan perlakuan kontrol segar total koloni = 114,5x104 koloni/ml dan count/cm2 = 257,62x104 count/cm2. Pada kelompok 6 perlakuan disimpan di suhu ruang 48 jam total koloni = 54x104 koloni/ml dan count/cm2 = 121,5x104 count/cm2. Pada kelompok 7 dengan perlakuan di kulkas 48 jam, total koloni = 82,5x104 kol/cm dan count/cm2 = 185,62x104 count/cm2. Sedangkan pada kelompok 8 dengan perlakuan di freezer 48 jam total koloni = 159,5x10 koloni/ml dan count/cm2 = 358,87 count/cm2.
Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004) batas maksimum cemaran mikroba pada produk pangan yaitu:
Jenis Mikroba Batas Maksimum (sel/g)
E. coli 0 - 103
Sthaphylococcus Areus 0 – 5x103
C. perfingers 0 - 102
Vibrio Colerae Negatif
V. Paramoelyticus Negatif
Salmonella Negatif
Enterococci 102 - 103
Kapang 50 - 104
Khamis 50
Caliform fekal 0 - 102

Dari hasil menunjukkan bahwa suhu penyimpanan suatu bahan terbanyak jumlah mikrobanya adalah kelompok 1 dengan perlakuan kontrol selama 24 jam sebesar 285x104 kol/ml. Sedangkan jumlah koloni yang paling sedikit terdapat pada kelompok 6 dengan perlakuan suhu ruang selama 24 jam sebesar 54x104kol/ml, ini dikarenakan semua pengujian duplo TBUD dan hanya 1 yang bisa dihitung jumlah koloni pada pengenceran 10-3. Hal ini disebabkan oleh kelalaian praktikan pada saat melakukan praktikum tidak mengutamakan salinitas.


5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari praktikum mikrobiologi pangan ikani materi pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan adalah:
 Suhu sangat berperan dalam pertumbuhan bakteri pembusuk ikan
 Pada suhu rendah proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan mengarah pada kemunduran mutu ikan
 Fase pertumbuhan mikroorganisme menurut Fardiaz (1992) adalah:
1. Fase adaptasi
2. Fase logaritmik
3. Fase pertumbuhan logaritmik
4. Fase pertumbuhan lambat
5. Fase pertumbuhan tetap
6. Fase menuju kematian
 Jumlah koloni yang paling banyak adalah kelompok 1 dengan perlakuan kontrol selama 24 jam sebesar 285x104 kol/ml. Sedangkan jumlah koloni yang paling sedikit adalah kelompok 6 dengan perlakuan suhu ruang selama 24 jam sebesar 54x104 koloni/ml.
 Suplai zat gizi, suhu, waktu, air, pH dan tersedianya oksigen merupakan faktor yang penting dalam ekosistem pangan.

5.2 Saran
Diharapkan peralatan yang ada di praktikum untuk lebih diperlengkapi lagi agar ketika praktikum tidak perlu menggunakan alat secara bergantian yang dapat memperlambat waktu pengujian.



LAMPIRAN

∞ Perhitungan Media
- Nafis 0,9%
Tabung rekasi 9 ml = 32 x 9 ml = 288 ml
NaCl = x 288 = 2,59 ml
- PCA
Cawan 20 ml = 32 x 20 ml = 640 ml
PCA = x 640 = 11,2 gram PCA
∞ Perhitungan koloni 1
- Kelompok 1
10-3 = 285 x x = 285 x =285 x 104
10-4 = 156 x x = 156 x = 156 x 105
= 1560 x 104
= = 5,47 > 2
 total koloni = 922,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (922,5 x 104¬) = 3075,65 x 104 Count/cm2
- Kelompok 2
10-3 = 164 x x = 164 x =164 x 104
10-4 = 153 x x = 153 x = 153 x 105
= 1530 x 104
= = 9,329 > 2
 total koloni = 847 x 104
Count/cm2 = x 9 (847 x 104¬) = 1905,75 x 104 Count/cm2
- Kelompok 3
10-3 = 111 x x = 111 x =111 x 104
10-4 = x x = 213 x = 153 x 105
= 21302 x 104
= = 19,189 > 2
 total koloni = 1120,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (1120,5 x 104¬) = 249,75 x 104 Count/cm2
- Kelompok 4
10-3 = 258 x x = 258 x = 258 x 104
10-4 = 123 x x = 123 x = 123 x 105
= 1230 x 104
= = 4,578 > 2
 total koloni = 342 x 104
Count/cm2 = x 9 (342 x 104¬) = 769,5 x 104 Count/cm2
- Kelompok 6
10-3 = 54 x x = 54 x = 54 x 104
10-4 = 0
 total koloni = 54 x 104
Count/cm2 = x 9 (54 x 104¬) = 121,5 x 104 Count/cm2

- Kelompok 7
10-3 = x x = 82,5 x = 82,5 x 104
10-4 = x x = 77 x = 77 x 105
= 770 x 104
= = 9,33 > 2
 total koloni = 852,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (852,5 x 104¬) = 1918,12 x 104 Count/cm2

- Kelompok 8
10-3 = x x = 159,5 x = 159,5 x 104
10-4 = x x = 135,5 x = 135,5 x 105
= 1355 x 104
= = 8,495 > 2
 total koloni = 1314,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (1314,5 x 104¬) = 3467,62 x 104 Count/cm2




DAFTAR PUSTAKA



Adawiyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Admin, Wasna. 2001. Analisa Pertumbuhan Mikroba Ikan Sambal Siam secara Rensiling. Jurnal Hakus Indonesia 4 vol. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2004. Status Regulasi Cemaran dalam Produk Pangan. Buletin Keamanan Pangan No.6 hal.4-5.
Buckle, K.A, R.A. Edwards, GH. Fleet dan M. Wotton, 2009. Ilmu Pangan. UI-Press. Jakarta.
Chaidir, A dan D Budiyanto. 2003. Pemanfaatan Tetelan Ikan Tuna sebagai Bahan Baku Industri Pengalengan Ikan. Jurnal Pasca Panen Perikanan Vol.XIII.
Dwijosaputro, 1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gozali, T.D. Muchtadi dan Yaroh. 2004. Peningkatan Daya Tahan Simpan “Sate Bandeng” (Chanos-Chanos) dengan cara Penyimpanan Dingin dan Pembekuan. Infomatek Volume 6 nomor 1, 1 Maret 2004.
Junianto, 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kusumawati, 2009. Klasifikasi Ikan Nila. http://Kusumati-blogspot.com/klasifikasi ikan nila. diakses tanggal 19 April 2010. Pukul 13.00 WIB

Muriyati dan Sunarman, 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan, Konisius, Yogyakarta.
Munandar A, Nurjanah, Mala Nurmala. 2009. Kemunduran Mutu Ikan (Oreochromis Nilaticus) pada penyimpanan suhu rendah dengan perlakuan cara kematian dan penyiangan, IPB. Bogor

Nikelin, J.K. Graeme C dan T. Pagel 1999. Microbiology Bloss Scientific Publishere.
Pradhika.2008. Mikro-Banget. http://eknomsaurus.blogspot.com/2008/u/bab 4-isolasi.mikroorganisme.html.diakses tanggal 10 April 2010 pukul 10.00 WIB.

Rastini, 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobasillus Bantonum terhadap masa Simpan Fillet Ikan Merah pada Suhu Rendah. Unpad. Bandung.
Sartika.2005. Analisis Mikrobiologi Escheria Coli 0,57;H7, pada hasil olahan hewan sapi dan frose reproduksinya. Makna kesehatan vol. 9 no. 1 Juni 2005.25-28

PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Produk-produk hasil perikanan seperti ikan mempunyai potensi yang besar sebagai penyebk keracunan makanan. Meskipun makanan-makanan hasil laut setelah ditangkap dari air yang terpolusi, tetapi kontaminasi dari bakteri pathogen dapat terjadi selama penanganan dan pengolahan. Ikan segar yang baru ditangkap umumnya mengandung mikroornisme sebanyak 10-2 sampai 10-3 sel/cm2 permukaan kulit atau mikroorganisme gram daging (Fardiaz, 1992).
Ikan merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena kandungan proteinnya tinggi, mengandung asam amino esensial, nilai biologinya tinggi dan harganya murah dibandingkan sumber protein lainnya, memiliki kelemahan karena cepat mengalmi kebusukan (Adawyah, 2007).
Selama penyimpanan pada suhu rendah bakteri Pseudomonas, Ateromnas,Miraxella dan Acerobacter meningkat lebih cepat dibandingkan dengan organism lainnya. Pada tahap pembusukan, bakteri ini mencapai 80% dari total pada ikan. Perbedaab jenis dipengaruhi oleh musim dan letak geografis, cara penangkapan dan penanganan ikan (Junianto, 2003).
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah busuk. Pembusukan dapat terjadi antara lain oleh perlakuan ikan setelah ditangkap dan ikan yang banyak berontak (Gozali et al., 2004).

1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum mikrobiologi pangan ikan mengenal pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan, adalah untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan.
Sedangkan tujuan dari praktikum mikrobiologi pangan pada materi ini adalah agar praktikan dapat membandingkan pengaruh perbedaan suhu penyimpanan ikan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan serta untuk mendapatkan suhu penyimpanan yang efektif untuk mempertahankan kesegaran ikan tersebut dan mengetahui jumlah mikroba yang tumbuh dengan perlakuan suhu penyimpanan yang berbeda.

1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum mikrobiologi pangan ikan mengenai pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 13.00 – selesai dan dilakukan preparasi pada hari Selasa, pada tanggal 30 Maret 2010 pukul 15.00 WIB – selesai serta dilakukan pengamatan pada hari Kamis pada tanggal 1 April 2010 pukul 15.00 WIB di Laboratorium Mikrobiologi Dasar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Sampel (Ikan Nila)
Menurut Kusumawaty (2009), klasifikasi ikan nila sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Osteichtes
Sub kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percormorphii
Sub ordo : Percoidae
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreo niloticus
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar. Ikan nila merupakan ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai 30 cm. Sirip punggung (dorsal) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari lunak dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 11-18 jari-jari. Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan dengan beberapa pita gelap melintang yang pemakan omnivore, pemakan plankton, serta pemakan aneka tumbuhan hingga kini diperkirakan dapat sebagai pengendal gulma air. Secara alami ikan nila ditemukan mulai dari syaria utara hingga Afrika Timur sampai Koggo dan Liberia. Ikan nila maupun sumber protein hewani bagi konsumsi manusia. Nilai kurang bagi ikan nila sebagai bahan konsumsi adalah kandungan asam lemak omega -6 yang tinggi sementara asam lemak omega -3 yang rendah. Komposisi ini kurang baik bagi mereka yang memiliki penyakit dengan peredaran darah (Anonymous,2009).
Menurut Rostini (2007), komposisi kimia nila merah dalam 100 gram daging:

2.2 Penanganan Ikan Berdasarkan Suhu Penyimpanan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan dengan apa pun kecuali semata – mata didinginkan dengan es. Penanganan ikan segar dimaksudkan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan terhadap ikan segar sejak ditangkapa samapai saat diterima oleh pemakaiannya. Pekerjaan ini dilakukan oleh nelayan, pedagang, pengolah, penyalur, pengencer dan seterusnya hingga konsumen.
Menurut Buckle et. al.(2007) proses pembekuan menyangkut penyimpanan ikan pada suhu jauh di bawah 0oC. untuk menghambat tumbuhnya bakteri dalam jangka waktu yang lama, diperlukan suhu -10oC sampai -12oC. Tetapi perubahan – perubahan lain yang tidak dikehendaki seperti denaturasi, protein dan ketengikan lemak hanya dapat diatasi dengan penggunaan suhu rendah -20oC sampai -30oC.
Pendinginan ikan hingga 0oC dapat memperpanjang kesegaran ikan antara 12 – 18 hari sejak saat ikan ditangkap dan tergantung pada jenis ikan cara penanganan, serta teknik pendinginannya. Proses pendinginanan hanya mampu menghamabat aktivitas mikrooorganisme dan menghambat aktivitas mikroorganisme. aktivitas akan kembali normal jika suhu tubuh ikan kembali naik (Adawyah, 2007).
Pada suhu rendah (dingin atau beku) proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat. Selain itu pada kondisi lebih rendah, pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga dapat diperlambat (Junianto,2003).

2.3 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme dan Grafik / Kurva Pertumbuhan
Menurut Admin (2001), dalam Firmangalung (2009), bila bakteri diinokulasikan dalam medium baru, pembiakan tidak segera terjadi tetapi ada periode penyesuaian pada lingkungan tang dikenal dengan pertumbuhan. Kemudian akan memperbanyak diri (replikasi) dengan laju yang konstan, sehingga diperoleh kurva pertumbuhan. Pada kurva pertumbuhan dikenal beberapa fase pertumbuhan yaitu:
• Fase lamban
Fase lamban merupakan periode awal dan merupakan fase penyesuaian diri sehingga tidak ada pertambahan jumlah sel, bahkan kadang-kadang jumlah sel menurun.
• Fase cepat
Face cepat merupakan periode pembiakan yang cepat. Pada periode ini dapat diamati cirri-ciri sel yang aktif.


a. Fase adaptasi
Jika jasad renik dipindahkan kedalam suatu medium mula-mula akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan substrat dan kondisi lingkungan disekitarnya. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin tidak tetap, tapi kadang-kadang menurun.
b. Fase Pertumbuhan Awal
Setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri.
c. Fase Pertumbuhan Logaritmik
Fase ini jasad renik membelah dengan cepat dan konstan dimanana pertambahan jumlahnya


2.3.2 Kurva pertumbuhan

Keterangan :
1. Fase Adaptasi
2. Fase Permulaan Pembiakan
3. Fase Pembiakan Cepat
4. Fase Pembiakan diperlambat
5. Fase Konstan
6. Fase Kematian
7. Fase Kematian dipercepat
Fase-fase pertumbuhan bakteri yang terjadi bila bakteri diinakulasi pada medium biakan. Fase sel mulai mensintesis enzim-enzim yang dapat dirangsang dan menggunakan sadangan makanan. Fase pertumbuhan logaritmik laju pembiakan tetap. Fase stationer = laju kematian sama dengan laju penambahan. Fase kematian = sel-sel mulai mati pada laju yang lebih cepat daripada laju pembiakan (Layer. et al., 1992).

2.3.3. Grafik Hubungan Suhu dan Pertumbuhan Self Life
Menurut Dwijosaputra (1989) Grafik hubungan pertumbuhan bakteri dengan suhu adalah :
Y = Pertumbuhan
X = Suhu

Keterangan : A = Psikotrofil
B = Mesofil
C = Termofil
Telah menunjukkan suhu optimum

f) Fase menuju kematian dan fasa kematian
Pada proses ini populasi jasad renik mulai mengalami kematian karena beberapa sebab yaitu :
1. Nutrien didalam medium sudah
2. Energi cadangan didalam sel habis
Jumlah sel yang mati semakin lama akan semakin banyak dan kecepatan kematian dipengaruhi oleh kondisi nutrien, lingkungan dan jenis jasad renik.

2.4. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
Pengawetan pangan dengan menggunakan suhu rendah akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Bakteri pembusukhidup pada suhu antara 0-300C, bila suhu diturunkan dengan cepat sampai dibawah 00C, maka proses pembusukan akan terhambat, karena pada suhu ini kegiatan bakteri akan terhenti sama sekali. Sedangkan kegiatan enzim perusak telah lebih dulu terhambat. Dasar inilah yang digunakan untuk mengawetkan ikan dengan es (termasuk pembekuan) (Gozali, et al,2008).
Pada suhu rendah (dingin/beku) proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat. Selain itu pada kondisi lebih rendah, pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga dapat diperlambat. Dengan demikian, kesegaran ikan akan semakin lama dipertahankan (Julianto, 2003).
Berdasarkan hubungan antar suhu dan pertumbuhan, mikroorganisme dapat dikelompokkan sebagai psikotrof, mesofilik, termotrof/termofilik. Dalam keadaan suhu beku (dibawah-150C) pertumbuhan mikroorganisme terhenti dan kebanyakan mikroorganisme mulai mati secara perlahan. Apabila bahan pangan disimpan pada suhu yang cukup panas (50-500C) untuk waktu yang cukup lama mikroorganisme thermotrophik dan termofilik berkembang secara selektif.
Suhu dimana suatu makanan disimpan sangat besar pengaruhnya terhadap jasad renik yang dapat tumbuh serta kecepatan pertumbuhannya. Kapang dan khamir pada umumnya tergolong dalam mesofil, yaitu tumbuh dengan baik pada makanan yang disimpan pada suhu kamar, bahkan beberapa masih hidup pada suhu dingin (Fardiaz, 1992)

2.5. Macam Bakteri Berdasarkan Kisaran Suhu Hidupnya.
Menurut Kusnandar (2002) Berdasarkan suhu optimum pertumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan atas tiga tahap yaitu :
a) Psikotropik, suhu optimum 14-200C tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu refrigrator (40C) kelompok organisme ini yang penting pada makanan kaleng adalah clostridium botolinum tipe E dan strain non proteolitik tipe B dan F.
b) Mesofilik suhu optimum 30-370C. suhu ini merupakan suhu normal gudang clostridium botolinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme kelompok ini.
c) Termofilik, suhu optimum kebanyakan termofili pada suhu 450C-600C jika spora bakteri tidak dapat bergeminasi dan tidak tumbuh dibawah suhu 500C-660C atau pada suhu yang lebih rendah (380C) bakteri ini disebut fakultatif termofilik.
Menurut Fardiaz (1992) mikroorganisme dapat dibedakan atas 3 group berdasarkan suhu optimum :
1. Psikrofil mempunyai suhu optimum 5 – 150C dengan kisaran suhu pertumbuhan 5-200C.
2. Mesofil yang mempunyai suhu optimum 20-400C dengan kisaran suhu pertumbuhan 10-450C
3. Termofil mempunyai suhu optimum 45-600C dengan kisaran suhu pertumbuhan 25-800C.


2.6. Laboratory Asesment.
Bahan pemeriksaan berupa hapusan tangan atau swab dari petugas pemotong hewan di RpH dengan menggunakan lidi, kapas steril, cara kerja :
1. Lidi kapas steril dideskan pada tangan responden, kemudian lidi dimasukkan dalam perbenihan transport yang blair dan segera dibawa kelaboratorium. Hapusan tangan sebagian ditanam langsung ke MC conney, PCA. Nutrient agar (persemalam) dengan air peptone.
2. Pembenihan yang telah ditanami kemudian dieramkan selama 18-24 jam pada suhu 370C.
3. Koloni yang tumbuh pada pembenihan kemudian dimurnikan lalu diidentifikasi dengan pemeriksaan serologis dan biokimia.
4. Apabila terdapat kuman photogen escheria colu maka dilakukan isolasi dan ditanam pada SMAC kemudian dieramkan pada suhu 370C selama 18-24 jam. Bila terdapat koloni merah dengan zona putih disekitarnya maka diduga kuman E.coli diduga secara serelogis dan hasilnya di bandingkan dengan E.coli standar (Jartika et.,al.2005).



3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum tentang pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba ini adalah.
• Tabung reaksi : Untuk tempat pengenceran bertingkat dan tempat larutan NaFis 0,9%
• Bunsen : Menciptakan kondisi aseptis
• Cawan petri : Membiakkan mikroba
• Rak tabung reaksi : Tempat meletakkan tabung reaksi
• Pipet serologis 1 ml : Mengambil larutan 0,1 ml pada saat penanaman dan 1 ml untuk pengenceran
• Timbangan digital : Untuk menimbang sampel sebanyak 1 gr dengan
ketelitian 0,01 gr
• Sprayer : Tempat alkohol sebagai banhan sterilisasi
• Triangle : Untuk meratakan sampel saat penanaman
• Telenan : Untuk alas memotong sampel
• Beaker glass 250 ml : Sebagai wadah alkohol dan triangle
• Colony counter : Untuk menghitung jumlah koloni bakteri
• Pisau : Memotong sampel
• Mortar : Menghaluskan sampel
• Erlenmeyer 250 ml : Sebagai wadah pembuatan PCA
• Autoklat : Mensterilkan alat dan bahan, pada suhu 1210C,
tekanan 1 atm, selama 15-20 menit
• Spatula : Tempat inkubasi pada suhu kamar
• Gelas ukur : Untuk mengukur aquades


3.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum tentang pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba adalah :
• Ikan nila : Sebagai sampel yang diuji
• PCA : Sebagai media pertumbuhan mikroba
• Alkohol : Untuk menciptakan kondisi aseptis
• Kertas Label : Untuk menandai setiap
• Kapas :Untuk menutup lubang tabung reaksi, pipet serologis dan Erlenmeyer 250 ml
• Air : Untuk membersihkan peralatan yang telah
digunakan
• Kertas Koran : Untuk membungkus alat yang telah disterilisasi
• Na Fis 0.9% : Sebagai pengencer dan mempertahankan tekanan osmosis pada mikroba
• Tali : Untuk mengikat plastik
• Aquadest : Untuk pelarut PCA dan Na Fis 0.9%
• Tissue : Untuk mengeringkan peralatan
• Alufo 4 cm : Untuk memberikan batasan dalam menggunakan swap pada permukaan sampel yang akan diambil mikrobanya
• Swap steril : Untuk mengambil mikroorganisme pada permukaan sampel



4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Kel. Perlakuan A B  koloni/ count (koloni/ml) Count/cm2 (count/ml)
10-3 10-4 10-3 10-4
1 Kontrol/segar 285 156 TBUD TBUD 285x104 641,25x104
2 Suhu ruang 24 jam 164 153 - - 164x104 369x104
3 Kulkas 24 jam Spreader 239 111 187 111x104 249,72x104
4 Freezer 24 jam 258 TBUD TBUD 123 258x104 580,5x104
5 Kontrol/segar 184 102 45 12 114,5x104 257,625x104
6 Suhu ruang 24 jam 54 TBUD TBUD TBUD 54x104 121,5x104
7 Kulkas 24 jam 91 81 74 73 82,5x104 185,625x104
8 Freezer 24 jam 202 99 117 172 159,5x104 385,875x104

4.2 Analisa Prosedur

Pada praktikum ini, peralatan yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu dalam autoclave bertujuan untuk mematikan semua organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121°C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Menurut Nikclin et.al., (1999) dalam stabilitas panas dari hasil spora bakteri, tidak bisa dihilangkan dengan cara sterilisasi mendidih yang menggunakan panas basah, sehingga harus dilakukan pada temperatur lebih tinggi dan tekanan autoclave. Mesin ini beroperasi normal pada suhu 121° dan 15 psi cukup membunuh kebanyakan mikroba. Selain itu menurut Chaidir dan Budianto (2003), sterilisasi adalah pemanasan pada suhu diatas 100°C dalam waktu yang relatif lama sehingga mikroba mati.
Tahap awal yang dilakukan adalah membuat preparasi sehari sebelum praktikum. Preparasi yang dibuat adalah pada sampel pada sampel ikan nila dengan perlakuan disimpan pada suhu kamar selama 24 jam, disimpan dalam kulkas selama 24 jam, freezer 24 jam. Tujuan dari perlakuan berbeda ini adalah sebagai pembanding.
Pada saat praktikum, peralatan dan bahan yang dibutuhkan disiapkan terlebih dahulu. Pertama-tama menyiapkan aluminium foil yang telah disterilisasi agar aseptis. Aluminium foil dilubangi seluas 4 cm2 pada bagian tengah dengan tujuan untuk membatasi wilayah pengambilan bakteri yang terdapat pada permukaan sampel. Aluminium foil yang telah dilubangi diaseptis dekat Bunsen, kemudian ditempel pada permukaan sampel.
Langkah selanjutnya swap steril digosok-gosok pada lubang seluas 4 cm2 dengan tujuan untuk mengambil bakteri pada sampel. Swap tersebut dimasukkan ke dalam Na-Fis (9 ml) steril dengan diputar pada dinding tabung reaksi dan dicatat sebagai pengenceran 10-1 dihomogenkan. Kemudian diambil 1 ml dengan menggunakan pipet serologis dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml Na-Fis 0,9%. Sebagai pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama pengenceran dari 10-2 menjadi 10-3 dan 10-3 menjadi 10-4. Pipet serologis yang digunakan untuk tiap pengenceran sebelumnya. Tujuan dari pengenceran yaitu mengurangi padatan. Pada pengenceran 10-3 dan 10-4 diambil lagi 0,1 ml, lalu dimasukkan dalam cawan petri yang telah berisi media PCA. Penanaman dilakukan secara duplo dengan tujuan agar cawan yang satu dijadikan koreksi bagi cawan lain. Metode yang dilakukan yaitu metode spreed. Teknik spreed plate (lempeng datar) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar dengan cara menuangkan stok kultur bakteri/menghapuskannya di atas media yang telah memadat. Selanjutnya cawan yang sudah berisi media dan sampel diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari dengan tujuan dalam incase, cawan petri dimasukkan dalam plastik dibalik agar uap air tidak jatuh pada media biakan kemudian diikat. Pada umumnya suhu pemeraman 25°-35°C memberi hari perhitungan yang lebih tinggi daripada suhu pemeraman 37°C dan waktu pemeraman 48 jam juga memberi hasil yang lebih tinggi dari 24 jam.
Menurut Dwijosaputro (2005) tujuan pengenceran adalah mendapatkan hasil beberapa koloni tumbuh dalam medium tersebut.
Menurut Pradika (2009), spread plate adalah teknik penanaman yang didasarkan pada penyebaran sel permukaan agar volume yang ditanamkan umumnya 0,1 pada cawan dengan diameter ± 9 cm.
Tahap terakhir adalah menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media tersebut. Untuk menghitung jumlah mikroba yang tumbuh dapat dibantu dengan menggunakan colony counter sehingga memudahkan untuk menghitung. Setelah didapat jumlah mikroba yang tumbuh, cawan petri dicuci sampai bersih. Perhitungan koloni menggunakan rumus:


4.3 Analisa Hasil
Dari hasil praktikum mikrobiologi pangan ikani materi pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan didapatkan hasil pada kelompok 1 perlakuan kontrol/segar total koloni adalah 285x104 koloni/ml dan count/cm2 = 641,5x104 count/cm2. Pada kelompok 2 dengan perlakuan ditaruh di suhu ruang 24 jam total koloni = 164x104 koloni/ml dan count/cm2 = 363x104 koloni/ml. Pada kelompok 3 dengan perlakuan di kulkas 24 jam, total koloni = 111x104 koloni/ml dan cont/cm2 = 249,75x104 count/ml. Pada kelompok 4 dengan perlakuan di frezer 24 jam total koloni = 258x104 koloni/mll dan count= 580,5x104 count/cm2. Pada kelompok 5 dengan perlakuan kontrol segar total koloni = 114,5x104 koloni/ml dan count/cm2 = 257,62x104 count/cm2. Pada kelompok 6 perlakuan disimpan di suhu ruang 48 jam total koloni = 54x104 koloni/ml dan count/cm2 = 121,5x104 count/cm2. Pada kelompok 7 dengan perlakuan di kulkas 48 jam, total koloni = 82,5x104 kol/cm dan count/cm2 = 185,62x104 count/cm2. Sedangkan pada kelompok 8 dengan perlakuan di freezer 48 jam total koloni = 159,5x10 koloni/ml dan count/cm2 = 358,87 count/cm2.
Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004) batas maksimum cemaran mikroba pada produk pangan yaitu:
Jenis Mikroba Batas Maksimum (sel/g)
E. coli 0 - 103
Sthaphylococcus Areus 0 – 5x103
C. perfingers 0 - 102
Vibrio Colerae Negatif
V. Paramoelyticus Negatif
Salmonella Negatif
Enterococci 102 - 103
Kapang 50 - 104
Khamis 50
Caliform fekal 0 - 102

Dari hasil menunjukkan bahwa suhu penyimpanan suatu bahan terbanyak jumlah mikrobanya adalah kelompok 1 dengan perlakuan kontrol selama 24 jam sebesar 285x104 kol/ml. Sedangkan jumlah koloni yang paling sedikit terdapat pada kelompok 6 dengan perlakuan suhu ruang selama 24 jam sebesar 54x104kol/ml, ini dikarenakan semua pengujian duplo TBUD dan hanya 1 yang bisa dihitung jumlah koloni pada pengenceran 10-3. Hal ini disebabkan oleh kelalaian praktikan pada saat melakukan praktikum tidak mengutamakan salinitas.


5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari praktikum mikrobiologi pangan ikani materi pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan adalah:
 Suhu sangat berperan dalam pertumbuhan bakteri pembusuk ikan
 Pada suhu rendah proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan mengarah pada kemunduran mutu ikan
 Fase pertumbuhan mikroorganisme menurut Fardiaz (1992) adalah:
1. Fase adaptasi
2. Fase logaritmik
3. Fase pertumbuhan logaritmik
4. Fase pertumbuhan lambat
5. Fase pertumbuhan tetap
6. Fase menuju kematian
 Jumlah koloni yang paling banyak adalah kelompok 1 dengan perlakuan kontrol selama 24 jam sebesar 285x104 kol/ml. Sedangkan jumlah koloni yang paling sedikit adalah kelompok 6 dengan perlakuan suhu ruang selama 24 jam sebesar 54x104 koloni/ml.
 Suplai zat gizi, suhu, waktu, air, pH dan tersedianya oksigen merupakan faktor yang penting dalam ekosistem pangan.

5.2 Saran
Diharapkan peralatan yang ada di praktikum untuk lebih diperlengkapi lagi agar ketika praktikum tidak perlu menggunakan alat secara bergantian yang dapat memperlambat waktu pengujian.



LAMPIRAN

∞ Perhitungan Media
- Nafis 0,9%
Tabung rekasi 9 ml = 32 x 9 ml = 288 ml
NaCl = x 288 = 2,59 ml
- PCA
Cawan 20 ml = 32 x 20 ml = 640 ml
PCA = x 640 = 11,2 gram PCA
∞ Perhitungan koloni 1
- Kelompok 1
10-3 = 285 x x = 285 x =285 x 104
10-4 = 156 x x = 156 x = 156 x 105
= 1560 x 104
= = 5,47 > 2
 total koloni = 922,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (922,5 x 104¬) = 3075,65 x 104 Count/cm2
- Kelompok 2
10-3 = 164 x x = 164 x =164 x 104
10-4 = 153 x x = 153 x = 153 x 105
= 1530 x 104
= = 9,329 > 2
 total koloni = 847 x 104
Count/cm2 = x 9 (847 x 104¬) = 1905,75 x 104 Count/cm2
- Kelompok 3
10-3 = 111 x x = 111 x =111 x 104
10-4 = x x = 213 x = 153 x 105
= 21302 x 104
= = 19,189 > 2
 total koloni = 1120,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (1120,5 x 104¬) = 249,75 x 104 Count/cm2
- Kelompok 4
10-3 = 258 x x = 258 x = 258 x 104
10-4 = 123 x x = 123 x = 123 x 105
= 1230 x 104
= = 4,578 > 2
 total koloni = 342 x 104
Count/cm2 = x 9 (342 x 104¬) = 769,5 x 104 Count/cm2
- Kelompok 6
10-3 = 54 x x = 54 x = 54 x 104
10-4 = 0
 total koloni = 54 x 104
Count/cm2 = x 9 (54 x 104¬) = 121,5 x 104 Count/cm2

- Kelompok 7
10-3 = x x = 82,5 x = 82,5 x 104
10-4 = x x = 77 x = 77 x 105
= 770 x 104
= = 9,33 > 2
 total koloni = 852,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (852,5 x 104¬) = 1918,12 x 104 Count/cm2

- Kelompok 8
10-3 = x x = 159,5 x = 159,5 x 104
10-4 = x x = 135,5 x = 135,5 x 105
= 1355 x 104
= = 8,495 > 2
 total koloni = 1314,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (1314,5 x 104¬) = 3467,62 x 104 Count/cm2




DAFTAR PUSTAKA



Adawiyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Admin, Wasna. 2001. Analisa Pertumbuhan Mikroba Ikan Sambal Siam secara Rensiling. Jurnal Hakus Indonesia 4 vol. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2004. Status Regulasi Cemaran dalam Produk Pangan. Buletin Keamanan Pangan No.6 hal.4-5.
Buckle, K.A, R.A. Edwards, GH. Fleet dan M. Wotton, 2009. Ilmu Pangan. UI-Press. Jakarta.
Chaidir, A dan D Budiyanto. 2003. Pemanfaatan Tetelan Ikan Tuna sebagai Bahan Baku Industri Pengalengan Ikan. Jurnal Pasca Panen Perikanan Vol.XIII.
Dwijosaputro, 1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gozali, T.D. Muchtadi dan Yaroh. 2004. Peningkatan Daya Tahan Simpan “Sate Bandeng” (Chanos-Chanos) dengan cara Penyimpanan Dingin dan Pembekuan. Infomatek Volume 6 nomor 1, 1 Maret 2004.
Junianto, 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kusumawati, 2009. Klasifikasi Ikan Nila. http://Kusumati-blogspot.com/klasifikasi ikan nila. diakses tanggal 19 April 2010. Pukul 13.00 WIB

Muriyati dan Sunarman, 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan, Konisius, Yogyakarta.
Munandar A, Nurjanah, Mala Nurmala. 2009. Kemunduran Mutu Ikan (Oreochromis Nilaticus) pada penyimpanan suhu rendah dengan perlakuan cara kematian dan penyiangan, IPB. Bogor

Nikelin, J.K. Graeme C dan T. Pagel 1999. Microbiology Bloss Scientific Publishere.
Pradhika.2008. Mikro-Banget. http://eknomsaurus.blogspot.com/2008/u/bab 4-isolasi.mikroorganisme.html.diakses tanggal 10 April 2010 pukul 10.00 WIB.

Rastini, 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobasillus Bantonum terhadap masa Simpan Fillet Ikan Merah pada Suhu Rendah. Unpad. Bandung.
Sartika.2005. Analisis Mikrobiologi Escheria Coli 0,57;H7, pada hasil olahan hewan sapi dan frose reproduksinya. Makna kesehatan vol. 9 no. 1 Juni 2005.25-28

PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Produk-produk hasil perikanan seperti ikan mempunyai potensi yang besar sebagai penyebk keracunan makanan. Meskipun makanan-makanan hasil laut setelah ditangkap dari air yang terpolusi, tetapi kontaminasi dari bakteri pathogen dapat terjadi selama penanganan dan pengolahan. Ikan segar yang baru ditangkap umumnya mengandung mikroornisme sebanyak 10-2 sampai 10-3 sel/cm2 permukaan kulit atau mikroorganisme gram daging (Fardiaz, 1992).
Ikan merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena kandungan proteinnya tinggi, mengandung asam amino esensial, nilai biologinya tinggi dan harganya murah dibandingkan sumber protein lainnya, memiliki kelemahan karena cepat mengalmi kebusukan (Adawyah, 2007).
Selama penyimpanan pada suhu rendah bakteri Pseudomonas, Ateromnas,Miraxella dan Acerobacter meningkat lebih cepat dibandingkan dengan organism lainnya. Pada tahap pembusukan, bakteri ini mencapai 80% dari total pada ikan. Perbedaab jenis dipengaruhi oleh musim dan letak geografis, cara penangkapan dan penanganan ikan (Junianto, 2003).
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah busuk. Pembusukan dapat terjadi antara lain oleh perlakuan ikan setelah ditangkap dan ikan yang banyak berontak (Gozali et al., 2004).

1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum mikrobiologi pangan ikan mengenal pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan, adalah untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan.
Sedangkan tujuan dari praktikum mikrobiologi pangan pada materi ini adalah agar praktikan dapat membandingkan pengaruh perbedaan suhu penyimpanan ikan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan serta untuk mendapatkan suhu penyimpanan yang efektif untuk mempertahankan kesegaran ikan tersebut dan mengetahui jumlah mikroba yang tumbuh dengan perlakuan suhu penyimpanan yang berbeda.

1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum mikrobiologi pangan ikan mengenai pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 13.00 – selesai dan dilakukan preparasi pada hari Selasa, pada tanggal 30 Maret 2010 pukul 15.00 WIB – selesai serta dilakukan pengamatan pada hari Kamis pada tanggal 1 April 2010 pukul 15.00 WIB di Laboratorium Mikrobiologi Dasar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Sampel (Ikan Nila)
Menurut Kusumawaty (2009), klasifikasi ikan nila sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Osteichtes
Sub kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percormorphii
Sub ordo : Percoidae
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreo niloticus
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar. Ikan nila merupakan ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai 30 cm. Sirip punggung (dorsal) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari lunak dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 11-18 jari-jari. Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan dengan beberapa pita gelap melintang yang pemakan omnivore, pemakan plankton, serta pemakan aneka tumbuhan hingga kini diperkirakan dapat sebagai pengendal gulma air. Secara alami ikan nila ditemukan mulai dari syaria utara hingga Afrika Timur sampai Koggo dan Liberia. Ikan nila maupun sumber protein hewani bagi konsumsi manusia. Nilai kurang bagi ikan nila sebagai bahan konsumsi adalah kandungan asam lemak omega -6 yang tinggi sementara asam lemak omega -3 yang rendah. Komposisi ini kurang baik bagi mereka yang memiliki penyakit dengan peredaran darah (Anonymous,2009).
Menurut Rostini (2007), komposisi kimia nila merah dalam 100 gram daging:

2.2 Penanganan Ikan Berdasarkan Suhu Penyimpanan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan dengan apa pun kecuali semata – mata didinginkan dengan es. Penanganan ikan segar dimaksudkan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan terhadap ikan segar sejak ditangkapa samapai saat diterima oleh pemakaiannya. Pekerjaan ini dilakukan oleh nelayan, pedagang, pengolah, penyalur, pengencer dan seterusnya hingga konsumen.
Menurut Buckle et. al.(2007) proses pembekuan menyangkut penyimpanan ikan pada suhu jauh di bawah 0oC. untuk menghambat tumbuhnya bakteri dalam jangka waktu yang lama, diperlukan suhu -10oC sampai -12oC. Tetapi perubahan – perubahan lain yang tidak dikehendaki seperti denaturasi, protein dan ketengikan lemak hanya dapat diatasi dengan penggunaan suhu rendah -20oC sampai -30oC.
Pendinginan ikan hingga 0oC dapat memperpanjang kesegaran ikan antara 12 – 18 hari sejak saat ikan ditangkap dan tergantung pada jenis ikan cara penanganan, serta teknik pendinginannya. Proses pendinginanan hanya mampu menghamabat aktivitas mikrooorganisme dan menghambat aktivitas mikroorganisme. aktivitas akan kembali normal jika suhu tubuh ikan kembali naik (Adawyah, 2007).
Pada suhu rendah (dingin atau beku) proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat. Selain itu pada kondisi lebih rendah, pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga dapat diperlambat (Junianto,2003).

2.3 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme dan Grafik / Kurva Pertumbuhan
Menurut Admin (2001), dalam Firmangalung (2009), bila bakteri diinokulasikan dalam medium baru, pembiakan tidak segera terjadi tetapi ada periode penyesuaian pada lingkungan tang dikenal dengan pertumbuhan. Kemudian akan memperbanyak diri (replikasi) dengan laju yang konstan, sehingga diperoleh kurva pertumbuhan. Pada kurva pertumbuhan dikenal beberapa fase pertumbuhan yaitu:
• Fase lamban
Fase lamban merupakan periode awal dan merupakan fase penyesuaian diri sehingga tidak ada pertambahan jumlah sel, bahkan kadang-kadang jumlah sel menurun.
• Fase cepat
Face cepat merupakan periode pembiakan yang cepat. Pada periode ini dapat diamati cirri-ciri sel yang aktif.


a. Fase adaptasi
Jika jasad renik dipindahkan kedalam suatu medium mula-mula akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan substrat dan kondisi lingkungan disekitarnya. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin tidak tetap, tapi kadang-kadang menurun.
b. Fase Pertumbuhan Awal
Setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri.
c. Fase Pertumbuhan Logaritmik
Fase ini jasad renik membelah dengan cepat dan konstan dimanana pertambahan jumlahnya


2.3.2 Kurva pertumbuhan

Keterangan :
1. Fase Adaptasi
2. Fase Permulaan Pembiakan
3. Fase Pembiakan Cepat
4. Fase Pembiakan diperlambat
5. Fase Konstan
6. Fase Kematian
7. Fase Kematian dipercepat
Fase-fase pertumbuhan bakteri yang terjadi bila bakteri diinakulasi pada medium biakan. Fase sel mulai mensintesis enzim-enzim yang dapat dirangsang dan menggunakan sadangan makanan. Fase pertumbuhan logaritmik laju pembiakan tetap. Fase stationer = laju kematian sama dengan laju penambahan. Fase kematian = sel-sel mulai mati pada laju yang lebih cepat daripada laju pembiakan (Layer. et al., 1992).

2.3.3. Grafik Hubungan Suhu dan Pertumbuhan Self Life
Menurut Dwijosaputra (1989) Grafik hubungan pertumbuhan bakteri dengan suhu adalah :
Y = Pertumbuhan
X = Suhu

Keterangan : A = Psikotrofil
B = Mesofil
C = Termofil
Telah menunjukkan suhu optimum

f) Fase menuju kematian dan fasa kematian
Pada proses ini populasi jasad renik mulai mengalami kematian karena beberapa sebab yaitu :
1. Nutrien didalam medium sudah
2. Energi cadangan didalam sel habis
Jumlah sel yang mati semakin lama akan semakin banyak dan kecepatan kematian dipengaruhi oleh kondisi nutrien, lingkungan dan jenis jasad renik.

2.4. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
Pengawetan pangan dengan menggunakan suhu rendah akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Bakteri pembusukhidup pada suhu antara 0-300C, bila suhu diturunkan dengan cepat sampai dibawah 00C, maka proses pembusukan akan terhambat, karena pada suhu ini kegiatan bakteri akan terhenti sama sekali. Sedangkan kegiatan enzim perusak telah lebih dulu terhambat. Dasar inilah yang digunakan untuk mengawetkan ikan dengan es (termasuk pembekuan) (Gozali, et al,2008).
Pada suhu rendah (dingin/beku) proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat. Selain itu pada kondisi lebih rendah, pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga dapat diperlambat. Dengan demikian, kesegaran ikan akan semakin lama dipertahankan (Julianto, 2003).
Berdasarkan hubungan antar suhu dan pertumbuhan, mikroorganisme dapat dikelompokkan sebagai psikotrof, mesofilik, termotrof/termofilik. Dalam keadaan suhu beku (dibawah-150C) pertumbuhan mikroorganisme terhenti dan kebanyakan mikroorganisme mulai mati secara perlahan. Apabila bahan pangan disimpan pada suhu yang cukup panas (50-500C) untuk waktu yang cukup lama mikroorganisme thermotrophik dan termofilik berkembang secara selektif.
Suhu dimana suatu makanan disimpan sangat besar pengaruhnya terhadap jasad renik yang dapat tumbuh serta kecepatan pertumbuhannya. Kapang dan khamir pada umumnya tergolong dalam mesofil, yaitu tumbuh dengan baik pada makanan yang disimpan pada suhu kamar, bahkan beberapa masih hidup pada suhu dingin (Fardiaz, 1992)

2.5. Macam Bakteri Berdasarkan Kisaran Suhu Hidupnya.
Menurut Kusnandar (2002) Berdasarkan suhu optimum pertumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan atas tiga tahap yaitu :
a) Psikotropik, suhu optimum 14-200C tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu refrigrator (40C) kelompok organisme ini yang penting pada makanan kaleng adalah clostridium botolinum tipe E dan strain non proteolitik tipe B dan F.
b) Mesofilik suhu optimum 30-370C. suhu ini merupakan suhu normal gudang clostridium botolinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme kelompok ini.
c) Termofilik, suhu optimum kebanyakan termofili pada suhu 450C-600C jika spora bakteri tidak dapat bergeminasi dan tidak tumbuh dibawah suhu 500C-660C atau pada suhu yang lebih rendah (380C) bakteri ini disebut fakultatif termofilik.
Menurut Fardiaz (1992) mikroorganisme dapat dibedakan atas 3 group berdasarkan suhu optimum :
1. Psikrofil mempunyai suhu optimum 5 – 150C dengan kisaran suhu pertumbuhan 5-200C.
2. Mesofil yang mempunyai suhu optimum 20-400C dengan kisaran suhu pertumbuhan 10-450C
3. Termofil mempunyai suhu optimum 45-600C dengan kisaran suhu pertumbuhan 25-800C.


2.6. Laboratory Asesment.
Bahan pemeriksaan berupa hapusan tangan atau swab dari petugas pemotong hewan di RpH dengan menggunakan lidi, kapas steril, cara kerja :
1. Lidi kapas steril dideskan pada tangan responden, kemudian lidi dimasukkan dalam perbenihan transport yang blair dan segera dibawa kelaboratorium. Hapusan tangan sebagian ditanam langsung ke MC conney, PCA. Nutrient agar (persemalam) dengan air peptone.
2. Pembenihan yang telah ditanami kemudian dieramkan selama 18-24 jam pada suhu 370C.
3. Koloni yang tumbuh pada pembenihan kemudian dimurnikan lalu diidentifikasi dengan pemeriksaan serologis dan biokimia.
4. Apabila terdapat kuman photogen escheria colu maka dilakukan isolasi dan ditanam pada SMAC kemudian dieramkan pada suhu 370C selama 18-24 jam. Bila terdapat koloni merah dengan zona putih disekitarnya maka diduga kuman E.coli diduga secara serelogis dan hasilnya di bandingkan dengan E.coli standar (Jartika et.,al.2005).



3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum tentang pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba ini adalah.
• Tabung reaksi : Untuk tempat pengenceran bertingkat dan tempat larutan NaFis 0,9%
• Bunsen : Menciptakan kondisi aseptis
• Cawan petri : Membiakkan mikroba
• Rak tabung reaksi : Tempat meletakkan tabung reaksi
• Pipet serologis 1 ml : Mengambil larutan 0,1 ml pada saat penanaman dan 1 ml untuk pengenceran
• Timbangan digital : Untuk menimbang sampel sebanyak 1 gr dengan
ketelitian 0,01 gr
• Sprayer : Tempat alkohol sebagai banhan sterilisasi
• Triangle : Untuk meratakan sampel saat penanaman
• Telenan : Untuk alas memotong sampel
• Beaker glass 250 ml : Sebagai wadah alkohol dan triangle
• Colony counter : Untuk menghitung jumlah koloni bakteri
• Pisau : Memotong sampel
• Mortar : Menghaluskan sampel
• Erlenmeyer 250 ml : Sebagai wadah pembuatan PCA
• Autoklat : Mensterilkan alat dan bahan, pada suhu 1210C,
tekanan 1 atm, selama 15-20 menit
• Spatula : Tempat inkubasi pada suhu kamar
• Gelas ukur : Untuk mengukur aquades


3.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum tentang pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba adalah :
• Ikan nila : Sebagai sampel yang diuji
• PCA : Sebagai media pertumbuhan mikroba
• Alkohol : Untuk menciptakan kondisi aseptis
• Kertas Label : Untuk menandai setiap
• Kapas :Untuk menutup lubang tabung reaksi, pipet serologis dan Erlenmeyer 250 ml
• Air : Untuk membersihkan peralatan yang telah
digunakan
• Kertas Koran : Untuk membungkus alat yang telah disterilisasi
• Na Fis 0.9% : Sebagai pengencer dan mempertahankan tekanan osmosis pada mikroba
• Tali : Untuk mengikat plastik
• Aquadest : Untuk pelarut PCA dan Na Fis 0.9%
• Tissue : Untuk mengeringkan peralatan
• Alufo 4 cm : Untuk memberikan batasan dalam menggunakan swap pada permukaan sampel yang akan diambil mikrobanya
• Swap steril : Untuk mengambil mikroorganisme pada permukaan sampel



4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Kel. Perlakuan A B  koloni/ count (koloni/ml) Count/cm2 (count/ml)
10-3 10-4 10-3 10-4
1 Kontrol/segar 285 156 TBUD TBUD 285x104 641,25x104
2 Suhu ruang 24 jam 164 153 - - 164x104 369x104
3 Kulkas 24 jam Spreader 239 111 187 111x104 249,72x104
4 Freezer 24 jam 258 TBUD TBUD 123 258x104 580,5x104
5 Kontrol/segar 184 102 45 12 114,5x104 257,625x104
6 Suhu ruang 24 jam 54 TBUD TBUD TBUD 54x104 121,5x104
7 Kulkas 24 jam 91 81 74 73 82,5x104 185,625x104
8 Freezer 24 jam 202 99 117 172 159,5x104 385,875x104

4.2 Analisa Prosedur

Pada praktikum ini, peralatan yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu dalam autoclave bertujuan untuk mematikan semua organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121°C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Menurut Nikclin et.al., (1999) dalam stabilitas panas dari hasil spora bakteri, tidak bisa dihilangkan dengan cara sterilisasi mendidih yang menggunakan panas basah, sehingga harus dilakukan pada temperatur lebih tinggi dan tekanan autoclave. Mesin ini beroperasi normal pada suhu 121° dan 15 psi cukup membunuh kebanyakan mikroba. Selain itu menurut Chaidir dan Budianto (2003), sterilisasi adalah pemanasan pada suhu diatas 100°C dalam waktu yang relatif lama sehingga mikroba mati.
Tahap awal yang dilakukan adalah membuat preparasi sehari sebelum praktikum. Preparasi yang dibuat adalah pada sampel pada sampel ikan nila dengan perlakuan disimpan pada suhu kamar selama 24 jam, disimpan dalam kulkas selama 24 jam, freezer 24 jam. Tujuan dari perlakuan berbeda ini adalah sebagai pembanding.
Pada saat praktikum, peralatan dan bahan yang dibutuhkan disiapkan terlebih dahulu. Pertama-tama menyiapkan aluminium foil yang telah disterilisasi agar aseptis. Aluminium foil dilubangi seluas 4 cm2 pada bagian tengah dengan tujuan untuk membatasi wilayah pengambilan bakteri yang terdapat pada permukaan sampel. Aluminium foil yang telah dilubangi diaseptis dekat Bunsen, kemudian ditempel pada permukaan sampel.
Langkah selanjutnya swap steril digosok-gosok pada lubang seluas 4 cm2 dengan tujuan untuk mengambil bakteri pada sampel. Swap tersebut dimasukkan ke dalam Na-Fis (9 ml) steril dengan diputar pada dinding tabung reaksi dan dicatat sebagai pengenceran 10-1 dihomogenkan. Kemudian diambil 1 ml dengan menggunakan pipet serologis dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml Na-Fis 0,9%. Sebagai pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama pengenceran dari 10-2 menjadi 10-3 dan 10-3 menjadi 10-4. Pipet serologis yang digunakan untuk tiap pengenceran sebelumnya. Tujuan dari pengenceran yaitu mengurangi padatan. Pada pengenceran 10-3 dan 10-4 diambil lagi 0,1 ml, lalu dimasukkan dalam cawan petri yang telah berisi media PCA. Penanaman dilakukan secara duplo dengan tujuan agar cawan yang satu dijadikan koreksi bagi cawan lain. Metode yang dilakukan yaitu metode spreed. Teknik spreed plate (lempeng datar) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar dengan cara menuangkan stok kultur bakteri/menghapuskannya di atas media yang telah memadat. Selanjutnya cawan yang sudah berisi media dan sampel diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari dengan tujuan dalam incase, cawan petri dimasukkan dalam plastik dibalik agar uap air tidak jatuh pada media biakan kemudian diikat. Pada umumnya suhu pemeraman 25°-35°C memberi hari perhitungan yang lebih tinggi daripada suhu pemeraman 37°C dan waktu pemeraman 48 jam juga memberi hasil yang lebih tinggi dari 24 jam.
Menurut Dwijosaputro (2005) tujuan pengenceran adalah mendapatkan hasil beberapa koloni tumbuh dalam medium tersebut.
Menurut Pradika (2009), spread plate adalah teknik penanaman yang didasarkan pada penyebaran sel permukaan agar volume yang ditanamkan umumnya 0,1 pada cawan dengan diameter ± 9 cm.
Tahap terakhir adalah menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media tersebut. Untuk menghitung jumlah mikroba yang tumbuh dapat dibantu dengan menggunakan colony counter sehingga memudahkan untuk menghitung. Setelah didapat jumlah mikroba yang tumbuh, cawan petri dicuci sampai bersih. Perhitungan koloni menggunakan rumus:


4.3 Analisa Hasil
Dari hasil praktikum mikrobiologi pangan ikani materi pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan didapatkan hasil pada kelompok 1 perlakuan kontrol/segar total koloni adalah 285x104 koloni/ml dan count/cm2 = 641,5x104 count/cm2. Pada kelompok 2 dengan perlakuan ditaruh di suhu ruang 24 jam total koloni = 164x104 koloni/ml dan count/cm2 = 363x104 koloni/ml. Pada kelompok 3 dengan perlakuan di kulkas 24 jam, total koloni = 111x104 koloni/ml dan cont/cm2 = 249,75x104 count/ml. Pada kelompok 4 dengan perlakuan di frezer 24 jam total koloni = 258x104 koloni/mll dan count= 580,5x104 count/cm2. Pada kelompok 5 dengan perlakuan kontrol segar total koloni = 114,5x104 koloni/ml dan count/cm2 = 257,62x104 count/cm2. Pada kelompok 6 perlakuan disimpan di suhu ruang 48 jam total koloni = 54x104 koloni/ml dan count/cm2 = 121,5x104 count/cm2. Pada kelompok 7 dengan perlakuan di kulkas 48 jam, total koloni = 82,5x104 kol/cm dan count/cm2 = 185,62x104 count/cm2. Sedangkan pada kelompok 8 dengan perlakuan di freezer 48 jam total koloni = 159,5x10 koloni/ml dan count/cm2 = 358,87 count/cm2.
Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004) batas maksimum cemaran mikroba pada produk pangan yaitu:
Jenis Mikroba Batas Maksimum (sel/g)
E. coli 0 - 103
Sthaphylococcus Areus 0 – 5x103
C. perfingers 0 - 102
Vibrio Colerae Negatif
V. Paramoelyticus Negatif
Salmonella Negatif
Enterococci 102 - 103
Kapang 50 - 104
Khamis 50
Caliform fekal 0 - 102

Dari hasil menunjukkan bahwa suhu penyimpanan suatu bahan terbanyak jumlah mikrobanya adalah kelompok 1 dengan perlakuan kontrol selama 24 jam sebesar 285x104 kol/ml. Sedangkan jumlah koloni yang paling sedikit terdapat pada kelompok 6 dengan perlakuan suhu ruang selama 24 jam sebesar 54x104kol/ml, ini dikarenakan semua pengujian duplo TBUD dan hanya 1 yang bisa dihitung jumlah koloni pada pengenceran 10-3. Hal ini disebabkan oleh kelalaian praktikan pada saat melakukan praktikum tidak mengutamakan salinitas.


5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari praktikum mikrobiologi pangan ikani materi pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan adalah:
 Suhu sangat berperan dalam pertumbuhan bakteri pembusuk ikan
 Pada suhu rendah proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan mengarah pada kemunduran mutu ikan
 Fase pertumbuhan mikroorganisme menurut Fardiaz (1992) adalah:
1. Fase adaptasi
2. Fase logaritmik
3. Fase pertumbuhan logaritmik
4. Fase pertumbuhan lambat
5. Fase pertumbuhan tetap
6. Fase menuju kematian
 Jumlah koloni yang paling banyak adalah kelompok 1 dengan perlakuan kontrol selama 24 jam sebesar 285x104 kol/ml. Sedangkan jumlah koloni yang paling sedikit adalah kelompok 6 dengan perlakuan suhu ruang selama 24 jam sebesar 54x104 koloni/ml.
 Suplai zat gizi, suhu, waktu, air, pH dan tersedianya oksigen merupakan faktor yang penting dalam ekosistem pangan.

5.2 Saran
Diharapkan peralatan yang ada di praktikum untuk lebih diperlengkapi lagi agar ketika praktikum tidak perlu menggunakan alat secara bergantian yang dapat memperlambat waktu pengujian.



LAMPIRAN

∞ Perhitungan Media
- Nafis 0,9%
Tabung rekasi 9 ml = 32 x 9 ml = 288 ml
NaCl = x 288 = 2,59 ml
- PCA
Cawan 20 ml = 32 x 20 ml = 640 ml
PCA = x 640 = 11,2 gram PCA
∞ Perhitungan koloni 1
- Kelompok 1
10-3 = 285 x x = 285 x =285 x 104
10-4 = 156 x x = 156 x = 156 x 105
= 1560 x 104
= = 5,47 > 2
 total koloni = 922,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (922,5 x 104¬) = 3075,65 x 104 Count/cm2
- Kelompok 2
10-3 = 164 x x = 164 x =164 x 104
10-4 = 153 x x = 153 x = 153 x 105
= 1530 x 104
= = 9,329 > 2
 total koloni = 847 x 104
Count/cm2 = x 9 (847 x 104¬) = 1905,75 x 104 Count/cm2
- Kelompok 3
10-3 = 111 x x = 111 x =111 x 104
10-4 = x x = 213 x = 153 x 105
= 21302 x 104
= = 19,189 > 2
 total koloni = 1120,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (1120,5 x 104¬) = 249,75 x 104 Count/cm2
- Kelompok 4
10-3 = 258 x x = 258 x = 258 x 104
10-4 = 123 x x = 123 x = 123 x 105
= 1230 x 104
= = 4,578 > 2
 total koloni = 342 x 104
Count/cm2 = x 9 (342 x 104¬) = 769,5 x 104 Count/cm2
- Kelompok 6
10-3 = 54 x x = 54 x = 54 x 104
10-4 = 0
 total koloni = 54 x 104
Count/cm2 = x 9 (54 x 104¬) = 121,5 x 104 Count/cm2

- Kelompok 7
10-3 = x x = 82,5 x = 82,5 x 104
10-4 = x x = 77 x = 77 x 105
= 770 x 104
= = 9,33 > 2
 total koloni = 852,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (852,5 x 104¬) = 1918,12 x 104 Count/cm2

- Kelompok 8
10-3 = x x = 159,5 x = 159,5 x 104
10-4 = x x = 135,5 x = 135,5 x 105
= 1355 x 104
= = 8,495 > 2
 total koloni = 1314,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (1314,5 x 104¬) = 3467,62 x 104 Count/cm2




DAFTAR PUSTAKA



Adawiyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Admin, Wasna. 2001. Analisa Pertumbuhan Mikroba Ikan Sambal Siam secara Rensiling. Jurnal Hakus Indonesia 4 vol. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2004. Status Regulasi Cemaran dalam Produk Pangan. Buletin Keamanan Pangan No.6 hal.4-5.
Buckle, K.A, R.A. Edwards, GH. Fleet dan M. Wotton, 2009. Ilmu Pangan. UI-Press. Jakarta.
Chaidir, A dan D Budiyanto. 2003. Pemanfaatan Tetelan Ikan Tuna sebagai Bahan Baku Industri Pengalengan Ikan. Jurnal Pasca Panen Perikanan Vol.XIII.
Dwijosaputro, 1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gozali, T.D. Muchtadi dan Yaroh. 2004. Peningkatan Daya Tahan Simpan “Sate Bandeng” (Chanos-Chanos) dengan cara Penyimpanan Dingin dan Pembekuan. Infomatek Volume 6 nomor 1, 1 Maret 2004.
Junianto, 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kusumawati, 2009. Klasifikasi Ikan Nila. http://Kusumati-blogspot.com/klasifikasi ikan nila. diakses tanggal 19 April 2010. Pukul 13.00 WIB

Muriyati dan Sunarman, 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan, Konisius, Yogyakarta.
Munandar A, Nurjanah, Mala Nurmala. 2009. Kemunduran Mutu Ikan (Oreochromis Nilaticus) pada penyimpanan suhu rendah dengan perlakuan cara kematian dan penyiangan, IPB. Bogor

Nikelin, J.K. Graeme C dan T. Pagel 1999. Microbiology Bloss Scientific Publishere.
Pradhika.2008. Mikro-Banget. http://eknomsaurus.blogspot.com/2008/u/bab 4-isolasi.mikroorganisme.html.diakses tanggal 10 April 2010 pukul 10.00 WIB.

Rastini, 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobasillus Bantonum terhadap masa Simpan Fillet Ikan Merah pada Suhu Rendah. Unpad. Bandung.
Sartika.2005. Analisis Mikrobiologi Escheria Coli 0,57;H7, pada hasil olahan hewan sapi dan frose reproduksinya. Makna kesehatan vol. 9 no. 1 Juni 2005.25-28

Selasa, 17 Agustus 2010

HARI KEMERDEKAAN

PROKLAMASI
Kami, bangsa Indonesia, dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia
–tanda tangan Soekarno/Hatta–
Soekarno – Hatta

makna PuaSa raMaDhaN

“Dan carilah pada apa yg telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagian negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari keni’matan dunia.”

Hikmah yg diperoleh dari ajaran berpuasa Ramadan nilai kesalehan selalu berada pada jaringan sosial masyarakat dilandasi oleh kualitas iman dan takwa. Sehingga dalam kalbu kita tumbuh pribadi yg kuat senantiasa ikhlas beramal dan bukan pribadi yg selalu menjadi beban orang lain. Kondisi sekarang kesalehan sosial yg berwujud rasa peduli terhadap merebaknya kemiskinan terlihat jelas konteksnya.

Seperti tidak menentunya kondisi perekonomian rakyat anjloknya nilai rupiah yg dirasakan pahit bagi masyarakat golongan bawah. Situasi perekonomian yg tidak jelas juntrungnya di berbagai aspek kehidupan menumbuhkan nafsu egoistis di kalangan masyarakat tingkat menengah ke atas menjauhkan diri dari nilai-nilai kemanusiaan menggiringnya ke sikap apatisme. Esensi ajaran Islam tidak mengajarkan manusia bersikap masa bodoh terhadap masyarakat lingkungan lebih-lebih terhadap mereka yg hidup kekurangan dan miskin.

Islam tidak boleh membiarkan umatnya hidup serba kekurangan melainkan dijadikan manusia itu menjadi mahluk yg hidup dalam keseimbangan antara keperluan duniawiyah dan ukhrawiyah. Karena itu hikmah puasa Ramadan secara kondusif melahirkan dua dimensi keberkahan kehidupan dunia dan akhirat.

Secara fisik dgn berpuasa seseorang harus mampu mengendalikan nafsu sekularitas hedonistis egoistis maupun sikap hidup kompetitif konsumtif agar hidup ini senantiasa dihayati sebagai rahmat dan ni’mat dari Allah SWT. Mereka harus menahan rasa lapar dan haus tidak melakukan hubungan badan dgn istri dari waktu fajar hingga matahari tenggelam di petang hari serta tidak melakukan perbuatan jahat tidak mengeluarkan kata-kata kotor menahan emosi dan nafsu amarah serta berbagai perbuatan tercela lainnya.

Secara psikologis seseorang yg berpuasa Ramadan menyatukan dirinya dalam kondisi penderitaan akibat rasa lapar dan haus yg selama itu lbh banyak diderita oleh fakir miskin yg dalam hidupnya selalu terbelenggu oleh kemiskinan. Esensi puasa Ramadan juga memberikan nilai ajaran agar orang yg beriman dan bertakwa mengikuti tuntunan Nabi saw yg hidupnya amat sederhana dan selalu bersikap lugu dalam segala aspek kehidupannya.Beliau menganjurkan kepada umat Islam “berhentilah kamu makan sebelum kenyang.” Contoh sederhana tsb mudah didengar tapi terasa berat dilaksanakan jika seseorang tengah bersantap dgn makanan lezat. Memang itulah tuntunan yg memiliki bobot kesadaran diri tinggi terhadap lingkungan masyarakat miskin yg berada di lingkungannya.

Di bagian lain Nabi saw mencontohkan “berbuka puasalah kamu dgn tiga butir kurma dan seteguk air minum setelah itu bersegeralah salat magrib.” Kaitannya dgn itu Nabi Saw menganjurkan agar selalu gemar memberi makan utk tetangga yg miskin. Fenomena kesadaran fitrah di atas dalam puasa Ramadan saat ini diharapkan mampu membentuk rasa keterikatan jiwa dan moral utk memihak kepada kaum dhuafa fakir miskin. Pendekatan ini harus diartikulasikan pada pola pikir dan pola tindak ke dalam bingkai amal saleh mampu melebur ke dalam pola kehidupan kaum mustadh’afin.

Seperti dicontohkan Nabi SAW saat membebaskan budak masyarakat kecil dan golongan lemah yg tertindas dgn membangkitkan ‘harga diri’ dan nilai kemanusiaan. Nabi SAW bisa hidup di tengah mereka dalam kondisi sama-sama lapar tidur di atas pelepah daun kurma. Begitu dekatnya Nabi Saw dgn orang-orang miskin sampai-sampai beliau mendapat julukan Abul Masakin . Ketika ada seorang sahabat bertanya terhadap keberadaan dirinya beliau menjawab “carilah aku di tengah orang-orang yg lemah di antara kalian.” Isyarat yg diberikan Nabi Saw ini menggugah seorang pemikir Islam dari Turki Hilmi H. Isyik mengatakan “Orang yg bersikap masa bodoh terahdap orang-orang miskin di sekitarnya tidak mungkin ia menjadi seorang muslim yg baik.” Pengertian di atas mengambil esensi dari Sabda Nabi Saw yg maksudnya tiap orang muslim jangan mengabaikan dasar pokok iman ibadah dan akhlak. Kalau hal itu terabaikan amal atau muamalat duniawi akan menyimpang tidak terkontrol nafsu kemurkaannya tidak terkendali sehingga orang akan berperilaku sekehendaknya sendiri tanpa memperdulikan lingkungan dan penderitaan orang lain. Dampaknya dapat menghancurkan sikap toleransi dan solidaritas sesama umat Muslim.

Nabi Saw bersabda “Barangsiapa tidak merasa terlibat dgn permasalahan umat Islam dia bukanlah dari golonganku.” Ini jelas memperingatkan permasalahan umat Muhammad yg tumbuh di dunia bukan hanya ibadah salat dan puasa saja juga luluh ke dalam nasib penderitaan sesama umat. Konteksnya dgn puasa Ramadan Nabi saw menegaskan “begitu banyak orang berpuasa tapi yg dihasilkannya hanya rasa lapar dan haus semata-mata.” Sabda ini mengandung arti hikmah puasa Ramadan bukan sekadar menahan rasa lapar dan haus menahan nafsu dan keinginan hedonistis melainkan secara esensial mengandung makna penghayatan rohani amat yg dalam yakni ekspresi jiwa dan konsentrasi mental secara utuh dan solid di mana sendi-sendi mental dan jiwa terperas ke dalam fitrah diri meluruskan disiplin pribadi dgn baik.

Semua rangkuman di atas merupakan intisari dari firman Allah Swt “Hai orang-orang yg beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana di wajibkan atas orang-orang sebelum kami agar kamu bertakwa.” . Di sinilah kekuatan iman dan takwa seorang Muslim diuji. Sehingga jelas nilai takwa seorang Muslim terangkat pada derajat hidup manusia ke dalam orientasi kehidupan duniawi sekaligus memperoleh justifikasi etis keakhiratan. Allah Swt berfirman “Dan carilah pada apa yg telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagian negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari keni’matan dunia.” . Dari sana pula pendekatan yg fleksibel sesama umat dijalin dgn batas pengertian tertentu yakni berpegang pada pokok akidah yg kita yakini sehingga upaya mengangkat kemiskinan terwujud dgn semangat kebersamaan dan solidaritas yg tinggi dalam implementasi wadah puasa Ramadan yg penuh rahmat ampunan dan barakah. sumber file al_islam.chm

Minggu, 13 Juni 2010

SENSORY ANALISIS

UJI KESUKAAN(HEDONIC SCALE TEST)


1. Tujuan
Tujuan dari uji hedonik scoring dalam praktikum sensory analysis adalah untuk mengetahui tingkat kesukaan dari suatu atribut produk secara sendiri- sendiri atau secara keseluruhan.

2. Alat dan Bahan
2.1 Alat dan Fungsi
Alat yang digunakan dalam uji hedonic scale scoring adalah
• Wadah plastik: : digunakan sebagai tempat untuk sampel ikan asin yang akan di uji

2.2 Bahan dan fungsi
Bahan – bahan yang digunakan dalam uji hedonic scale scoring adalah
• Ikan asin dari 3
produsen berbeda : sebagai sampel yang di uji
• Minyak goreng : untuk menggoreng ikan asin
• Air mineral :untuk menetralisir rasa pada lidah sebelum mencicipi sampel selanjutnya
• Kertas label : untuk menandai sampel
• Air : untuk mencuci peralatan
• Tissue : untuk membersihkan dan mengeringkan peralatan
3.2 Cara Kerja
Hal pertama yang di lakukan dalam uji hedonic scale scoring adalah menyiapkan alat bahan yang akan diuji organoleptiknya yang meliputi tingkat kesukaan panelis terhadap ikan asin. Menurut Suhair (2006), organoleptik (sifat inderawi) adalah sifat-sifat yang melekat pada suatu bahan pangan yang dapat diinderakan atau dikarakterisasi oleh alat inderawi seperti indera perasa, pencium dan penglihatan. Ditambahkan Trisnawati (2007), penilaian mutu suatu komoditi atau produk, umumnya ditentukan dan hasil penilaian dengan menggunakan indera, karena dapat dengan cepat dan mudah serta langsung dilaksanakan. Kadang-kadang hasilnya bisa melebihi ketelitian suatu alat, dimana hasil penelitian ini dapat menggambarkan mutu produk secara subjektif. Dan bahan yang digunakan adalah ikan asin yang dijadikan sampel dari 3 produsen yang berbeda, hal ini bertujuan untuk mengetahui ikan asin produsen mana yang disukai panelis sebelumnya di jemur dahulu dibawah terik matahari agar ikan asin kering, kemudian di goreng dengan minyak yang baru(bukan jelantah) karena dapat mempengaruhi rasa dari ikan asin tersebut minyak goreng yang digunakan untuk tiap kelompok harus berbeda sebagai pembanding.
Selanjutnya disajikan kepada panelis dan diberi kode A, B, dan C kemudian panelis diminta untuk menilai masing- masing sampel berdasarkan tingkat kesukaan masing- masing panelis, kemudian dicatat hasil uji pada questionare dan ditabulasikan data 1 kelompok dan dianalisis dengan anova.

4. Data Pengamatan
No Panelis Skor Penilaian Produk Total
A B C
1 Herlin 2 5 7 14
2 Rahma 2 3 7 12
3 Vivin 6 5 6 17
4 Rikhy 2 4 6 12
5 Frendi 6 6 5 17
6 Wulan 6 5 5 16
7 Yunus 6 4 4 14
8 Wimar 7 5 2 14
9 Rini 6 5 5 16
10 Putri 6 5 5 16
Jumlah 49 47 52 148


5. Perhitungan
 Fk = total2 = 1482 = 730,133
panelis x sampel 30

 Jk sampel = 492 + 472 + 52 2 _ Fk = 7314 _ 730,133
10 10
= 1,267

 Jk panelis = 142 + 12 2 + 172 +12 2 +172 +162+14 2 +142+162 +162 _ Fk
3
= 740,667 – 730,133 = 10,53

 Jk total = (22 + 52+ 72+ ..........+52) _ Fk

= 814 – 730,133 =83,867

 Jk galat = Jk total – Jk sampel – Jk panelis
= 83,867 – 10,53 – 1,267 = 93,3


 Anova
SK db Jk KT F hitung F 5% F 1%
sampel 2 1,267 0,6335 0,12* 3,55 6,01
panelis 9 10,53 1,17 0,22 2,46 3,60
galat 18 93,3 5,18
total 29 83,867
Keterangan:
* = beda nyata tn = tidak nyata

 Uji BNT 5%

BNT5% = t0,05 db galat x 2Kt galat
sampel

= t0,05 (18) x 2 x 5x18
3
= 3,886






 Tabel BNT Sampel
sampel C
2,18 A
3,18 B
4,45 Notasi
C 2,18 - - - a
A 3,18 1 - - a
B 4,45 2,27 1,27 - a
Jadi sampel A,B dan C< BNT 5%

Notasi yang sama menunjukkan perlakuan sampel tidak berbeda nyata.

 Kesimpulan
Perlakuan panelis tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap rasa dari ikan asin, sedangkan sampel memberikan pengaruh yang beda nyata terhadap rasa dari ikan asin tersebut.

6. Pembahasan
Uji hedonik diartikan sebagai skala yang berkaitan dengan kesukaan dan seringkali hal ini seharusnya digunakan dalam kaitanya dengan skala dimana panelis mengekspresikan tingkat kesenangan atau tidak senang terhadap produk tersebut. Skala hedonik direntangkan atau di urutkan menurut rentangan skala yang dikehendaki. panelis yang digunakan yaitu paneli sebelum terlatih. Panelis di minta memberikan responya secara spontan tanpa membandingkan dengan stadar. Uji hedonik banyak di gunakan untuk menilai hasil akhir produksi.
Pada analisis ragam (ANOVA) di perole hasil yaitu sampel memiliki berbeda nyata dari pada panelis yang terdapat berbeda nyata, hal ini menunjukan bahwa sampel memiliki pengaruh yang nyata terhadap rasa ikan asin (sampel yang diuji) sedangkan pada panelis tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap rasa ikan asin (sampel uji).
Dari hasil praktikum didapatkan skor tertinggi pada sampel ketiga ( C ) = 52 dari skor terendah yaitu pada sampel kedua ( B ) = 47. Dan skor tertinggi yaitu panelis banyak yang menyukai dan terndah tidak suka.

7. Kesimpulan
Pada hasil pengamtan dan setelah dilakukan analisis Anova dapat disimpulkan:
- Bahwa hanya sumber keragaman sampel yang memberikan hasil berbeda nyata terhadap rasa ikan asin, sedangkan sumber keragaman panelis tidak memberikan hasil yang berbeda pada ras ikan asin.
- Hedonic scale scoring adalah untuk mengetahui tingkat kesukaan dari suatu atribut produk secara sendiri atau secara keseluruhan.
- Semakin tinggi skor yang di berikan panelis, semakin tinggi pula tingkat penerimaan panelis terhadp produk.
- Dari uji BNT 5% diperoleh hasil semua sampel tidak berbeda nyata
- Dari data dan hasil penilaian sampel yang mempunyai nilai tertinggi (disukai konsumen) adalah pada produk B
- Dari data dan hasil penilaian sampel yang mempunyai nilai terendah (tidak disukai konsumen) adalah pada produk A.

8. SARAN
Sebaiknya sebelum melakukan pengujian panelis diberi contoh untuk cara pengolahan data, agar tidak terjadi kebingungan





DAFTAR PUSTAKA

Suhair, L. 2006. Pembuatan Sie Reubah. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia. IPB. Bogor

Trisnawati, W. 2007. Preferansi Panelis Produk Sirup Buah Anggur Selama Penyimpanan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali. Denpasar

SENSORY ANALISIS

UJI DUO TRIO

1. TUJUAN
Untuk mengetahui kemampuan panelis dalam membedakan 2 sampel yang berbeda dengan metode uji duo trio.

2. ALAT dan BAHAN
2.1 Alat dan Fungsi
Alat yang digunakan dalam uji duo trio adalah:
• Cup plastik : Untuk wadah sampel yang diuji
• Sendok plastik : Untuk mengambil sampel yang akan diuji
• Gelas plastik : Untuk wadah air mineral
• Pisau : Untuk memotong sampel dengan bentuk dan ukuran sama.
2.2 Bahan dan Fungsi
Bahan – bahan yang digunakan dalam uji duo trio adalah :
• Sosis : Sebagai sampel yang diuji
• Air mineral :Untuk menetralisir mulut setelah menguji sampel
• Air : Untuk mencuci alat yang kotor
• Tissue : Untuk membersihkan alat yang basah
• Kertas label : Untuk memberi kode pada tiap sampel.


3.2 Cara Kerja
Hal yang pertama dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang digunakan. Sampel yang akan diuji yaitu menggunakan sosis dari 2 produsen yang berbeda yang bertujuan sebagai pembanding. Kemudian dipotong sampel sosis yang akan diuji dengan bentuk dan ukuran yang sama agar panelis tidak mudah mengidentifikasi saat pengujian.
Selanjutnya setiap sampel diberi kode, dimana dari 2 sampel yang sama salah satunya diberi kode R ( Referance ). Panelis diminta untuk menilai sampel yang sama dengan R ( diberi tanda 0 ) atau berbeda/tidak sam dengan R ( diberi tanda 1 ). Sampel R disajikan terlebih dahulu sebagai sampel baku, baru kemudian sampel A dan B disajikan. Hal ini dimaksudkan agar panelis lebih mudah membandingkan sampel yang diuji dengan sampel baku. Setelah itu dicatat hasil uji pada quisioner dan ditabulasikan data kelompok, kemudian datanya diolah. Menurut Trisnawati (2007), penilaian mutu suatu komoditi produk umumnya ditentukan dan hasil penilaian dengan menggunakan indra, karena dapat dengan cepat dan mudah serta langsung dilaksanakan, kadang – kadang bisa melebihi ketelitian suatu alat.










4. DATA PENGAMATAN
No. Panelis Bau Rasa
1. herlin 1 1
2. rahma 1 1
3. vivin 1 1
4. rikhy 1 1
5. frendi 1 1
6. wulan 1 1
7. yunus 1 1
8. wimar 1 1
9. rini 1 1
10. putri 1 1
Jumlah 10 10

5. PENGOLAHAN DATA
Number of Test Level
5% 1% 0,1%
10 9 10 -

5.1 Bau
Jumlah panelis yang benar 5
Analisis 10* tidak berbeda nyata pada taraf 5%
P ≥ 0.05
Analisis 10<9, maka P ≤ 0.05, yang berarti berbeda nyata, artinya panelis mampu membedakan 1 sampel yang berbeda diantara 3 sampel yakni 1 sampel yang sama dengan R dan 1 sampel tang berbeda dengan R.


5.2 Rasa
Jumlah panelis yang benar = 8
Analisis = 10* tidak berbeda nyata pada taraf 5%
P ≥ 0.05
Analisis 10<9, maka P ≤ 0.05, yang berarti berbeda nyata, artinya panelis mampu membedakan 1 sampel yang berbeda diantara 3 sampel yakni 1 sampel yang sama dengan R dan 1 sampel berbeda dengan R.

6. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uj duo trio pada sampel sosis, didapatkan hasil untuk parameter bau, jumlah panelis yang dapat membedakan dengan benar adalah 11 orang. Berdasarkan pengolahan data dengan tabel two sample test, didapatkan bahwa 5<9 dan P ≥ 0.05 yang berarti bahwa tidak berbeda nyata pada taraf 5% sehingga panelis mampu membedakan 1 sampel yang berbeda dengan R diantara 3 sampel yang diberikan. Agar dapat menyatakan bahwa panelis dapat membedakan sampel, maka jumlah minimal panelis yang menjawab benar pada taraf 5% adalah 5 orang.
Pada data pengolahan data mengenai rasa, jumlah panelis yang membedakan dengan benar adalah 11 orang. Berdasarkan tabel two sample test, didapatkan bahwa 8<9 dan P ≥ 0.05 yang berarti tidak berbeda nyata pada taraf 5% sehingga panelis mampu membedakan 1 sampel yang berbeda dengan R diantara 3 sampel yang diberikan.













7. KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan pengolahan data pada praktikum sensory analysis mengenai uji duo trio, dapat disimpulkan bahwa :
• Uji duo trio adalah membedakan 2 contoh dari 3 contoh yang disajikan.
• Tujuan dari pengujian duo trio yaitu untuk mengetahui kemampuan panelis dalam membedakan 2 sampel yang berbeda dengan metode uji duo trio.
• Uji ini menggunakan contoh baku (reference).
• Parameter uji rasa dan bau dengan jumlah panelis yang menjawab benar adalah 5 dan 8 orang, maka 5<9 dan 8<9 dan P ≥ 0.05 yang berarti tidak berbeda nyata, yakni panelis mampu membedakan 1 sampel yang berbeda dengan R dan 1 sampel yang sama dengan R.


8. SARAN
Sebaiknya saat pengujian dan pengolahan data dilakukan secara cermat sehingga didapatkan hasil yang optimal.


DAFTAR PUSTAKA

Trisnawati, W. 2007. Preferensi Panelis Produk Sirup Anggur Selama Penyimpanan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Bali. Denpasar.

SENYAWA POLAR DAN NON POLAR

SENYAWA POLAR

· dapat larut dalam air

· Memiliki pasangan elektron bebas (bentuk tdk simetris)

· Berakhir ganjil, kecuali BX3 dan PX5

Cth : NH3, PCl3, H2O, HCl, HBr, SO3, N2O5, Cl2O5

SENYAWA NON POLAR

· Tdk dapat larut dalam air

· Tdk memiliki pasangan elektron bebas (bentuk simetris)

· Berakhir genap

Cth : F2, Cl2, Br2, I2, O2, H2, N2, CH4, SF6, PCl5, BCl3

Ciri-ciri senyawa polar :

· dapat larut dalam air dan pelarut polar lain

· memiliki kutub + dan kutub - , akibat tidak meratanya distribusi elektron

· memiliki pasangan elektron bebas (bila bentuk molekul diketahui) atau memiliki perbedaan keelektronegatifan

Contoh : alkohol, HCl, PCl3, H2O, N2O5

Ciri-ciri senyawa non polar :

· tidak larut dalam air dan pelarut polar lain

· Tidak memiliki kutub + dan kutub - , akibat meratanya distribusi elektron

· tidak memiliki pasangan elektron bebas (bila bentuk molekul diketahui) atau keelektronegatifannya sama

Contoh : Cl2, PCl5, H2, N2



UKURAN KUANTITATIF TITIK DIDIH SENYAWA KOVALEN

* Senyawa polar titik didihnya lebih tinggi daripada senyawa non polar

· Urutan titik didih, ikatan hidrogen > dipol-dipol > non polar-non polar atau ikatan hidrogen > Van der Waals > gaya london

· Bila sama-sama polar/non polar, yang Mr besar titik didihnya lebih besar

· Untuk senyawa karbon Mr sama, rantai C memanjang titik didih > rantai bercabang (bulat)


Polarisasi Ikatan Kovalen

Ikatan Kovalen Polar dan Ikatan Kovalen Nonpolar

Berdasarkan pengetahuan keelektronegatifan yang telah diketahui maka salah satu akibat adanya perbedaan keelektronega-tifan antar dua atom unsur berbeda adalah terjadinya polarisasi ikatan kovalen. Adanya polarisasi menyebabkan ikatan kovalen dapat dibagi menjaadi ikatan kovalen polar dan ikatan kovalen nonpolar. Ikatan kovalen polar dapat dijumpai pada molekul hidrogen klorida sedangkan ikatan kovalen nonpolar dapat dilihat pada molekul hidrogen.

Orbital H2 dan HCl, polarisasi ikatan kovalen

Pada hidrogen klorida terlihat bahwa pasangan elektron bersama lebih tertarik ke arah atom klorin karena elektronegatifitas atom klorin lebih besar dari pada elektronegatifitas atom hidrogen. Akibat hal ini adalah terjadinya polarisasi pada hidrogen klorida menuju atom klorin. Ikatan jenis ini disebut ikatan kovalen polar. Hal yang berbeda terlihat pada molekul hidrogen. Pada molekul hidrogen, pasangan elektron bersama berada ditempat yang berjarak sama diantara dua inti atom hidrogen (simetris). Ikatan yang demikian ini dikenal sebagai ikatan kovalen nonpolar.

Molekul Polar dan Molekul Nonpolar

Molekul yang berikatan secara kovalen nonpolar seperti H2, Cl2 dan N2 sudah tentu bersifat nonpolar. Akan tetapi molekul dengan ikatan kovalen polar dapat bersifat polar dan nonpolar yang bergantung pada bentuk geometri molekulnya. Molekul dapat bersifat nonpolar apabila molekul tersebut simetris walaupun ikatan yang digunakan adalah ikatan kovalen polar.

Susunan ruang (VSEPR) BF3, H2O, NH3 dan BeCl2

Molekul H2O dan NH3 bersifat polar karena ikatan O-H dan N-H bersifat polar. Sifat polar ini disebabkan adanya perbedaan keelektronegatifan dan bentuk molekul yang tidak simetris atau elektron tidak tersebar merata. Dalam H2O, pusat muatan negatif terletak pada atom oksigen
sedangkan pusat muatan positif pada kedua atom hidrogen. Dalam molekul NH3, pusat muatan negatif pada atom nitogen dan pusat muatan positif pada ketiga atom hidrogen. Molekul BeCl2 dan BF3 bersifat polar karena molekul berbentuk simetris dan elektron tersebar merata walupun juga terdapat perbedaan keelektronegatifan.

Kepolaran suatu molekul dapat diduga dengan menggambarkan ikatan menggunakan suatu vektor dengan arah anak panah dari atom yang bermuatan positif menuju ke arah atom yang bermuatan negatif. Molekul dikatakan bersifat nonpolar apabila resultan vektor sama dengan nol. Sedangkan molekul bersifat polar apabila hal yang sebaliknya terjadi, resultan tidak sama dengan nol

DAFTAR PUSTAKA

Sakti, 2008. Perbedaan senyawa polar dan non polar. http://smartsains.blogspot.com/2008/09/perbedaan-senyawa-polar-dengan-non.html [diakses pada tanggal 7 Juni 2010 pada pukul 22.00 WIB]

Edukasi, 2005. Ikatan kovalen polar dan non polar. http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_full.php?id=128 [diakses pada tanggal 7 Juni 2010 pada pukul 22.00 WIB]

Ratna dkk, 2009. Polarisasi ikatan kovalen. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_x/polarisasi-ikatan-kovalen/[diakses pada tanggal 7 Juni 2010 pada pukul 22.00 WIB]