Pages

Jumat, 11 Maret 2011

SEJARAH BUGIS DI MALAYSIA

Sebaik sahaja Raja Bugis menerima utusan dari Raja Sulaiman, angkatan tentera Bugis terus datang dengan 7 buah kapal perang menuju ke Riau. Raja Kechil telah ditumpaskan di Riau dan melarikan diri ke Lingga dalam tahun Hijrah 1134. Sebagai balasan, Raja Sulaiman telah bersetuju permintaan Raja Bugis dimana mereka mahukan supaya raja-raja Bugis dilantik sebagai Yamtuan Besar atau Yang Di-Pertuan Muda, bagi memerintah Johor, Riau and Lingga secara bersama jika semuanya dapat ditawan.

Setelah Bugis berjaya menawan Riau, Raja Sulaiman kemudiannya pulang ke Pahang, manakala raja Bugis pula pergi ke Selangor untuk mengumpulkan bala tentera dan senjata untuk terus menyerang Raja Kechil. Semasa peninggalan tersebut, Raja Kechil telah menawan semula Riau semasa raja Bugis masih berada di Selangor.

Setelah mendapat tahu Riau telah ditawan oleh Raja Kechil, Bugis terus kembali dengan 30 buah kapal perang untuk menebus semula Riau, semasa dalam perjalanan menuju ke Riau, mereka telah menawan Linggi (sebuah daerah di Negeri Sembilan) yang dikuasai oleh Raja Kechil. Setelah Raja Kechil mendapat tahu akan penawanan itu, baginda telah datang ke Linggi untuk menyerang balas.

Pehak Bugis telah berpecah dimana 20 buah dari kapal perangnya meneruskan perjalanan menuju ke Riau dan diketuai oleh 3 orang dari mereka. Raja Sulaiman telah datang dari Pahang dan turut serta memberi bantuan untuk menawan semula Riau. Dalam peperangan ini mereka telah berjaya menawan kembali Riau dimana kemudiannya Raja Sulaiman dan Bugis telah mendirikan kerajaan bersama.

Setelah mengetahui penawanan Riau tersebut, Raja Kechil kembali ke Siak kerana baginda juga telah gagal menawan semula Linggi dari tangan Bugis. Hingga kini Linggi telah didiami turun-temurun oleh keturunan Bugis dan bukan daerah Minangkabau.

Pada tahun 1729, Bugis sekali lagi menyerang Raja Kechil di Siak dimasa Raja Kechil ingin memindahkan alat kebesaran DiRaja Johor (Sebuah Meriam) ke Siak. Setelah mengambil semula kebesaran DiRaja tersebut, Raja Sulaiman kemudiannya ditabalkan sebagai Sultan Johor dengan membawa gelaran Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah yang memerintah Johor, Pahang, Riau, and Linggi.

Sultan Sulaiman telah melantik Daeng Marewah sebagai Yamtuan Muda Riau. Kemudian adik perempuannya Tengku Tengah pula dikahwinkan dengan Daeng Parani yang mana telah mangkat di Kedah semasa menyerang Raja Kechil disana. Seorang lagi adik Sultan Sulaiman Tengku Mandak dikahwinkan dengan Daeng Chelak ( 1722-1760) yang dilantik sebagai Yamtuan Muda II Riau 1730an. Kemudian anak Daeng Parani, Daeng Kemboja dilantik menjadi Yamtuan Muda III Riau (yang juga memerintah Linggi di Negeri Sembilan).

Anak Daeng Chelak, Raja Haji dilantik sebagai Yamtuan Muda IV Riau dimana baginda telah hampir dapat menawan Melaka dari tangan Belanda dalam tahun 1784 tetapi akhirnya baginda mangkat setelah ditembak dengan peluru Lela oleh Belanda di Telok Ketapang, Melaka. Baginda telah dikenali sebagai Al-Marhum Telok Ketapang.

Dalam tahun 1730an, seorang Bugis bernama Daeng Mateko yang berbaik dengan Raja Siak mengacau ketenteraman Selangor.

Ini menjadikan Daeng Chelak datang ke Kuala Selangor dengan angkatan perang dari Riau. Daeng Mateko dapat dikalahkan kemudiannya beliau lari ke Siak. Dari semenjak itulah daeng Chelak sentiasa berulang-alik dari Riau ke Kuala Selangor. Lalu berkahwin dengan Daeng Masik Arang Pala kemudian dibawa ke Riau.

Ketika Daeng Chelak berada di Kuala Selangor penduduk Kuala Selangor memohon kepada beliau supaya terus menetap di situ sahaja. Walau bagaimana pun Daeng Chelak telah menamakan salah seorang daripada puteranya iaitu Raja Lumu datang ke Kuala Selangor. Waktu inilah datang rombongan anak buahnya dari Riau memanggil Daeng Chelak pulang ke Riau dan mangkat dalam tahun 1745.

KAPAL BUGIS (Pinisi)

Konflik antara kerajaan BUGIS dan MAKASSAR pada abad 16-19, menyebabkan ketegangan di daerah SULAWESI


SELATAN. Hal ini menyebabkan banyaknya orang Bugis bermigrasi terutama di daerah pesisir. Komunitas Bugis hampir selalu dapat ditemui didaerah pesisir di Nusantara bahkan sampai ke negara tetangga. Budaya perantau yang dimiliki orang Bugis didorong oleh keinginan akan kemerdekaan, Konsep “SIRI” adalah konsep Kaum Bugis yang berarti Malu Menjaga Marwa, Kebahagiaan dalam tradisi Bugis hanya dapat diraih melalui kebebasan dalam berkarir dengan semboyang “Mali Siparappe Rebba Sipatokkong Malilu Sipakainge”Kepiawaian suku Bugis-Makasar dalam mengarungi Samudra cukup dikenal luas dengan nama KAPAL PINISI, Satu bukti Di Cape Town Afrika Selatan terdapat sebuah suburb atau setingkat Kecamatan, yang bernama Maccassar, sebagai simbol penduduk setempat mengingat tanah asal nenek moyang mereka.

LONTARA

Kebudayaan diciptakan karena adanya kebutuhan (needs) manusia untuk mengatasi berbagai problem yang ada dalam kehidupan mereka. Melalui suatu proses berfikir yang diekspresikan kedalam berbagai wujud. Salah satu wujud kebudayaan manusia adalah TULISAN. Seperti halnya dengan wujud-wujud kebudayaan lainnya. Penciptaan tulisan pun diciptakan karena adanya kebutuhan manusia untuk mengabdikan hasil-hasil pemikiran mereka.

Menurut Coulmas, pada awalnya tulisan diciptakan untuk mencatatkan firman-firman tuhan, karena itu tulisan disakralkan dan dirahasiakan. Namun dalam perjalanan waktu dengan berbagai kompleksitas kehidupan yang dihadapi oleh manusia, maka pemikiran manusia pun mengalami perkembangan demikian pula dengan tulisan yang dijadikan salah satu jalan keluar untuk memecahkan problem manusia secara umumnya. Seperti yang dikatakan oleh Coulmas “a king of social problem solving, and any writing system as the comman solution of a number of related problem” (1989:15)

1. Alat Untuk Pengingat

2. Memperluas jarak komunikasi

3. Sarana Untuk memindahkan Pesan Untuk Masa Yang akan dating

4. Sebagai Sistem Sosial Kontrol

5. Sebagai Media Interaksi

6. Sebagai Fungsi estetik

Begitu pula yang terjadi pada kebudayaan di Indonesia. Ada beberapa suku bangsa yang memiliki huruf antara lain. Budaya Jawa, Budaya Sunda, Budaya Bali, Budaya Batak, Budaya Rejang, Budaya Melayu, Budaya Bugis Dan Budaya Makassar.

Disulawesi selatan ada 3 betuk macam huruf yang pernah dipakai secara bersamaan.

1. Huruf Lontaraq

2. Huruf Jangang-Jangang

3. Huruf Serang

Sementara bila ditempatkan dalam kebudayaan bugis, Lontaraq mempunyai dua pngertian yang terkandung didalamnya

a. Lontaraq sebagai sejarah dan ilmu pengetahuan

b. Lontaraq sebagai tulisan

Kata lontaraq berasal dari Bahasa Bugis/Makassar yang berarti daun lontar. Kenapa disebuat sebagai lontaraq ? karena pada awalnya tulisan tersebut di tuliskan diatas daun lontar. Daun lontar ini kira-kira memiliki lebar 1 cm sedangkan panjangnya tergantung dari cerita yang dituliskan. Tiap-tiap daun lontar disambungkan dengan memakai benang lalu digulung pada jepitan kayu, yang bentuknya mirip gulungan pita kaset. Cara membacanya dari kiri kekanan. Aksara lontara biasa juga disebut dengan aksara sulapaq eppaq

Karakter huruf bugis ini diambil dari Aksara Pallawa (Rekonstruksi aksara dunia yang dibuat oleh Kridalaksana)
Silsilah Aksara DuniaSililah Aksara Dunia (Click Untuk Memperbesar)

Memang terdapat bebrapa varian bantuk huruf bugis di sulawesi selatan, tetapi itu tidaklah berarti bahwa esensi dasar dari huruf bugis ini hilang, dan itu biasa dalam setiap aksara didunia ini. Hanya ada perubahan dan penambahan sedikit yang sama sekali tidak menyimpang dari bentuk dasar dari aksara tersebut. Varian itu disebabkan antara lain

1. Penyesuaian antara bahasa dan bunyian yang diwakilinya.

2. Penyesuaian antara bentuk huruf dan sarana yang digunakan.

Bugis

SUKU BUGIS adalah suku yang tergolong ke dalam suku Melayu muda. Masuk ke SULAWESI SELATAN setelah gelombang migrasi pertama dari daratan ASIA tepatnya Yunan. Kata ‘Bugis’ berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Tiongkok, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya di Kabupaten Wajo yaitu LA SATUMPUGI Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar didunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio.
SUKU BUGIS adalah suku terbesar ketiga di Indonesia setelah suku Jawa dan Sunda. Berasal dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat dan menyebar pula di propinsi-propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah,Pulau Kalimantan, Irian, Jawa Bali dan Kepulauan Riau, dan sampai ke Negara Singapore, Malaysia, Berunai Darussalam dan sampai ke Afrika Selatan.

Minggu, 12 Desember 2010

PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Produk-produk hasil perikanan seperti ikan mempunyai potensi yang besar sebagai penyebk keracunan makanan. Meskipun makanan-makanan hasil laut setelah ditangkap dari air yang terpolusi, tetapi kontaminasi dari bakteri pathogen dapat terjadi selama penanganan dan pengolahan. Ikan segar yang baru ditangkap umumnya mengandung mikroornisme sebanyak 10-2 sampai 10-3 sel/cm2 permukaan kulit atau mikroorganisme gram daging (Fardiaz, 1992).
Ikan merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena kandungan proteinnya tinggi, mengandung asam amino esensial, nilai biologinya tinggi dan harganya murah dibandingkan sumber protein lainnya, memiliki kelemahan karena cepat mengalmi kebusukan (Adawyah, 2007).
Selama penyimpanan pada suhu rendah bakteri Pseudomonas, Ateromnas,Miraxella dan Acerobacter meningkat lebih cepat dibandingkan dengan organism lainnya. Pada tahap pembusukan, bakteri ini mencapai 80% dari total pada ikan. Perbedaab jenis dipengaruhi oleh musim dan letak geografis, cara penangkapan dan penanganan ikan (Junianto, 2003).
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah busuk. Pembusukan dapat terjadi antara lain oleh perlakuan ikan setelah ditangkap dan ikan yang banyak berontak (Gozali et al., 2004).

1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum mikrobiologi pangan ikan mengenal pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan, adalah untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan.
Sedangkan tujuan dari praktikum mikrobiologi pangan pada materi ini adalah agar praktikan dapat membandingkan pengaruh perbedaan suhu penyimpanan ikan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan serta untuk mendapatkan suhu penyimpanan yang efektif untuk mempertahankan kesegaran ikan tersebut dan mengetahui jumlah mikroba yang tumbuh dengan perlakuan suhu penyimpanan yang berbeda.

1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum mikrobiologi pangan ikan mengenai pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 13.00 – selesai dan dilakukan preparasi pada hari Selasa, pada tanggal 30 Maret 2010 pukul 15.00 WIB – selesai serta dilakukan pengamatan pada hari Kamis pada tanggal 1 April 2010 pukul 15.00 WIB di Laboratorium Mikrobiologi Dasar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Sampel (Ikan Nila)
Menurut Kusumawaty (2009), klasifikasi ikan nila sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Osteichtes
Sub kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percormorphii
Sub ordo : Percoidae
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreo niloticus
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar. Ikan nila merupakan ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai 30 cm. Sirip punggung (dorsal) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari lunak dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 11-18 jari-jari. Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan dengan beberapa pita gelap melintang yang pemakan omnivore, pemakan plankton, serta pemakan aneka tumbuhan hingga kini diperkirakan dapat sebagai pengendal gulma air. Secara alami ikan nila ditemukan mulai dari syaria utara hingga Afrika Timur sampai Koggo dan Liberia. Ikan nila maupun sumber protein hewani bagi konsumsi manusia. Nilai kurang bagi ikan nila sebagai bahan konsumsi adalah kandungan asam lemak omega -6 yang tinggi sementara asam lemak omega -3 yang rendah. Komposisi ini kurang baik bagi mereka yang memiliki penyakit dengan peredaran darah (Anonymous,2009).
Menurut Rostini (2007), komposisi kimia nila merah dalam 100 gram daging:

2.2 Penanganan Ikan Berdasarkan Suhu Penyimpanan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan dengan apa pun kecuali semata – mata didinginkan dengan es. Penanganan ikan segar dimaksudkan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan terhadap ikan segar sejak ditangkapa samapai saat diterima oleh pemakaiannya. Pekerjaan ini dilakukan oleh nelayan, pedagang, pengolah, penyalur, pengencer dan seterusnya hingga konsumen.
Menurut Buckle et. al.(2007) proses pembekuan menyangkut penyimpanan ikan pada suhu jauh di bawah 0oC. untuk menghambat tumbuhnya bakteri dalam jangka waktu yang lama, diperlukan suhu -10oC sampai -12oC. Tetapi perubahan – perubahan lain yang tidak dikehendaki seperti denaturasi, protein dan ketengikan lemak hanya dapat diatasi dengan penggunaan suhu rendah -20oC sampai -30oC.
Pendinginan ikan hingga 0oC dapat memperpanjang kesegaran ikan antara 12 – 18 hari sejak saat ikan ditangkap dan tergantung pada jenis ikan cara penanganan, serta teknik pendinginannya. Proses pendinginanan hanya mampu menghamabat aktivitas mikrooorganisme dan menghambat aktivitas mikroorganisme. aktivitas akan kembali normal jika suhu tubuh ikan kembali naik (Adawyah, 2007).
Pada suhu rendah (dingin atau beku) proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat. Selain itu pada kondisi lebih rendah, pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga dapat diperlambat (Junianto,2003).

2.3 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme dan Grafik / Kurva Pertumbuhan
Menurut Admin (2001), dalam Firmangalung (2009), bila bakteri diinokulasikan dalam medium baru, pembiakan tidak segera terjadi tetapi ada periode penyesuaian pada lingkungan tang dikenal dengan pertumbuhan. Kemudian akan memperbanyak diri (replikasi) dengan laju yang konstan, sehingga diperoleh kurva pertumbuhan. Pada kurva pertumbuhan dikenal beberapa fase pertumbuhan yaitu:
• Fase lamban
Fase lamban merupakan periode awal dan merupakan fase penyesuaian diri sehingga tidak ada pertambahan jumlah sel, bahkan kadang-kadang jumlah sel menurun.
• Fase cepat
Face cepat merupakan periode pembiakan yang cepat. Pada periode ini dapat diamati cirri-ciri sel yang aktif.


a. Fase adaptasi
Jika jasad renik dipindahkan kedalam suatu medium mula-mula akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan substrat dan kondisi lingkungan disekitarnya. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin tidak tetap, tapi kadang-kadang menurun.
b. Fase Pertumbuhan Awal
Setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri.
c. Fase Pertumbuhan Logaritmik
Fase ini jasad renik membelah dengan cepat dan konstan dimanana pertambahan jumlahnya


2.3.2 Kurva pertumbuhan

Keterangan :
1. Fase Adaptasi
2. Fase Permulaan Pembiakan
3. Fase Pembiakan Cepat
4. Fase Pembiakan diperlambat
5. Fase Konstan
6. Fase Kematian
7. Fase Kematian dipercepat
Fase-fase pertumbuhan bakteri yang terjadi bila bakteri diinakulasi pada medium biakan. Fase sel mulai mensintesis enzim-enzim yang dapat dirangsang dan menggunakan sadangan makanan. Fase pertumbuhan logaritmik laju pembiakan tetap. Fase stationer = laju kematian sama dengan laju penambahan. Fase kematian = sel-sel mulai mati pada laju yang lebih cepat daripada laju pembiakan (Layer. et al., 1992).

2.3.3. Grafik Hubungan Suhu dan Pertumbuhan Self Life
Menurut Dwijosaputra (1989) Grafik hubungan pertumbuhan bakteri dengan suhu adalah :
Y = Pertumbuhan
X = Suhu

Keterangan : A = Psikotrofil
B = Mesofil
C = Termofil
Telah menunjukkan suhu optimum

f) Fase menuju kematian dan fasa kematian
Pada proses ini populasi jasad renik mulai mengalami kematian karena beberapa sebab yaitu :
1. Nutrien didalam medium sudah
2. Energi cadangan didalam sel habis
Jumlah sel yang mati semakin lama akan semakin banyak dan kecepatan kematian dipengaruhi oleh kondisi nutrien, lingkungan dan jenis jasad renik.

2.4. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
Pengawetan pangan dengan menggunakan suhu rendah akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Bakteri pembusukhidup pada suhu antara 0-300C, bila suhu diturunkan dengan cepat sampai dibawah 00C, maka proses pembusukan akan terhambat, karena pada suhu ini kegiatan bakteri akan terhenti sama sekali. Sedangkan kegiatan enzim perusak telah lebih dulu terhambat. Dasar inilah yang digunakan untuk mengawetkan ikan dengan es (termasuk pembekuan) (Gozali, et al,2008).
Pada suhu rendah (dingin/beku) proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat. Selain itu pada kondisi lebih rendah, pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga dapat diperlambat. Dengan demikian, kesegaran ikan akan semakin lama dipertahankan (Julianto, 2003).
Berdasarkan hubungan antar suhu dan pertumbuhan, mikroorganisme dapat dikelompokkan sebagai psikotrof, mesofilik, termotrof/termofilik. Dalam keadaan suhu beku (dibawah-150C) pertumbuhan mikroorganisme terhenti dan kebanyakan mikroorganisme mulai mati secara perlahan. Apabila bahan pangan disimpan pada suhu yang cukup panas (50-500C) untuk waktu yang cukup lama mikroorganisme thermotrophik dan termofilik berkembang secara selektif.
Suhu dimana suatu makanan disimpan sangat besar pengaruhnya terhadap jasad renik yang dapat tumbuh serta kecepatan pertumbuhannya. Kapang dan khamir pada umumnya tergolong dalam mesofil, yaitu tumbuh dengan baik pada makanan yang disimpan pada suhu kamar, bahkan beberapa masih hidup pada suhu dingin (Fardiaz, 1992)

2.5. Macam Bakteri Berdasarkan Kisaran Suhu Hidupnya.
Menurut Kusnandar (2002) Berdasarkan suhu optimum pertumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan atas tiga tahap yaitu :
a) Psikotropik, suhu optimum 14-200C tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu refrigrator (40C) kelompok organisme ini yang penting pada makanan kaleng adalah clostridium botolinum tipe E dan strain non proteolitik tipe B dan F.
b) Mesofilik suhu optimum 30-370C. suhu ini merupakan suhu normal gudang clostridium botolinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme kelompok ini.
c) Termofilik, suhu optimum kebanyakan termofili pada suhu 450C-600C jika spora bakteri tidak dapat bergeminasi dan tidak tumbuh dibawah suhu 500C-660C atau pada suhu yang lebih rendah (380C) bakteri ini disebut fakultatif termofilik.
Menurut Fardiaz (1992) mikroorganisme dapat dibedakan atas 3 group berdasarkan suhu optimum :
1. Psikrofil mempunyai suhu optimum 5 – 150C dengan kisaran suhu pertumbuhan 5-200C.
2. Mesofil yang mempunyai suhu optimum 20-400C dengan kisaran suhu pertumbuhan 10-450C
3. Termofil mempunyai suhu optimum 45-600C dengan kisaran suhu pertumbuhan 25-800C.


2.6. Laboratory Asesment.
Bahan pemeriksaan berupa hapusan tangan atau swab dari petugas pemotong hewan di RpH dengan menggunakan lidi, kapas steril, cara kerja :
1. Lidi kapas steril dideskan pada tangan responden, kemudian lidi dimasukkan dalam perbenihan transport yang blair dan segera dibawa kelaboratorium. Hapusan tangan sebagian ditanam langsung ke MC conney, PCA. Nutrient agar (persemalam) dengan air peptone.
2. Pembenihan yang telah ditanami kemudian dieramkan selama 18-24 jam pada suhu 370C.
3. Koloni yang tumbuh pada pembenihan kemudian dimurnikan lalu diidentifikasi dengan pemeriksaan serologis dan biokimia.
4. Apabila terdapat kuman photogen escheria colu maka dilakukan isolasi dan ditanam pada SMAC kemudian dieramkan pada suhu 370C selama 18-24 jam. Bila terdapat koloni merah dengan zona putih disekitarnya maka diduga kuman E.coli diduga secara serelogis dan hasilnya di bandingkan dengan E.coli standar (Jartika et.,al.2005).



3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum tentang pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba ini adalah.
• Tabung reaksi : Untuk tempat pengenceran bertingkat dan tempat larutan NaFis 0,9%
• Bunsen : Menciptakan kondisi aseptis
• Cawan petri : Membiakkan mikroba
• Rak tabung reaksi : Tempat meletakkan tabung reaksi
• Pipet serologis 1 ml : Mengambil larutan 0,1 ml pada saat penanaman dan 1 ml untuk pengenceran
• Timbangan digital : Untuk menimbang sampel sebanyak 1 gr dengan
ketelitian 0,01 gr
• Sprayer : Tempat alkohol sebagai banhan sterilisasi
• Triangle : Untuk meratakan sampel saat penanaman
• Telenan : Untuk alas memotong sampel
• Beaker glass 250 ml : Sebagai wadah alkohol dan triangle
• Colony counter : Untuk menghitung jumlah koloni bakteri
• Pisau : Memotong sampel
• Mortar : Menghaluskan sampel
• Erlenmeyer 250 ml : Sebagai wadah pembuatan PCA
• Autoklat : Mensterilkan alat dan bahan, pada suhu 1210C,
tekanan 1 atm, selama 15-20 menit
• Spatula : Tempat inkubasi pada suhu kamar
• Gelas ukur : Untuk mengukur aquades


3.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum tentang pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba adalah :
• Ikan nila : Sebagai sampel yang diuji
• PCA : Sebagai media pertumbuhan mikroba
• Alkohol : Untuk menciptakan kondisi aseptis
• Kertas Label : Untuk menandai setiap
• Kapas :Untuk menutup lubang tabung reaksi, pipet serologis dan Erlenmeyer 250 ml
• Air : Untuk membersihkan peralatan yang telah
digunakan
• Kertas Koran : Untuk membungkus alat yang telah disterilisasi
• Na Fis 0.9% : Sebagai pengencer dan mempertahankan tekanan osmosis pada mikroba
• Tali : Untuk mengikat plastik
• Aquadest : Untuk pelarut PCA dan Na Fis 0.9%
• Tissue : Untuk mengeringkan peralatan
• Alufo 4 cm : Untuk memberikan batasan dalam menggunakan swap pada permukaan sampel yang akan diambil mikrobanya
• Swap steril : Untuk mengambil mikroorganisme pada permukaan sampel



4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Kel. Perlakuan A B  koloni/ count (koloni/ml) Count/cm2 (count/ml)
10-3 10-4 10-3 10-4
1 Kontrol/segar 285 156 TBUD TBUD 285x104 641,25x104
2 Suhu ruang 24 jam 164 153 - - 164x104 369x104
3 Kulkas 24 jam Spreader 239 111 187 111x104 249,72x104
4 Freezer 24 jam 258 TBUD TBUD 123 258x104 580,5x104
5 Kontrol/segar 184 102 45 12 114,5x104 257,625x104
6 Suhu ruang 24 jam 54 TBUD TBUD TBUD 54x104 121,5x104
7 Kulkas 24 jam 91 81 74 73 82,5x104 185,625x104
8 Freezer 24 jam 202 99 117 172 159,5x104 385,875x104

4.2 Analisa Prosedur

Pada praktikum ini, peralatan yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu dalam autoclave bertujuan untuk mematikan semua organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121°C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Menurut Nikclin et.al., (1999) dalam stabilitas panas dari hasil spora bakteri, tidak bisa dihilangkan dengan cara sterilisasi mendidih yang menggunakan panas basah, sehingga harus dilakukan pada temperatur lebih tinggi dan tekanan autoclave. Mesin ini beroperasi normal pada suhu 121° dan 15 psi cukup membunuh kebanyakan mikroba. Selain itu menurut Chaidir dan Budianto (2003), sterilisasi adalah pemanasan pada suhu diatas 100°C dalam waktu yang relatif lama sehingga mikroba mati.
Tahap awal yang dilakukan adalah membuat preparasi sehari sebelum praktikum. Preparasi yang dibuat adalah pada sampel pada sampel ikan nila dengan perlakuan disimpan pada suhu kamar selama 24 jam, disimpan dalam kulkas selama 24 jam, freezer 24 jam. Tujuan dari perlakuan berbeda ini adalah sebagai pembanding.
Pada saat praktikum, peralatan dan bahan yang dibutuhkan disiapkan terlebih dahulu. Pertama-tama menyiapkan aluminium foil yang telah disterilisasi agar aseptis. Aluminium foil dilubangi seluas 4 cm2 pada bagian tengah dengan tujuan untuk membatasi wilayah pengambilan bakteri yang terdapat pada permukaan sampel. Aluminium foil yang telah dilubangi diaseptis dekat Bunsen, kemudian ditempel pada permukaan sampel.
Langkah selanjutnya swap steril digosok-gosok pada lubang seluas 4 cm2 dengan tujuan untuk mengambil bakteri pada sampel. Swap tersebut dimasukkan ke dalam Na-Fis (9 ml) steril dengan diputar pada dinding tabung reaksi dan dicatat sebagai pengenceran 10-1 dihomogenkan. Kemudian diambil 1 ml dengan menggunakan pipet serologis dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml Na-Fis 0,9%. Sebagai pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama pengenceran dari 10-2 menjadi 10-3 dan 10-3 menjadi 10-4. Pipet serologis yang digunakan untuk tiap pengenceran sebelumnya. Tujuan dari pengenceran yaitu mengurangi padatan. Pada pengenceran 10-3 dan 10-4 diambil lagi 0,1 ml, lalu dimasukkan dalam cawan petri yang telah berisi media PCA. Penanaman dilakukan secara duplo dengan tujuan agar cawan yang satu dijadikan koreksi bagi cawan lain. Metode yang dilakukan yaitu metode spreed. Teknik spreed plate (lempeng datar) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar dengan cara menuangkan stok kultur bakteri/menghapuskannya di atas media yang telah memadat. Selanjutnya cawan yang sudah berisi media dan sampel diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari dengan tujuan dalam incase, cawan petri dimasukkan dalam plastik dibalik agar uap air tidak jatuh pada media biakan kemudian diikat. Pada umumnya suhu pemeraman 25°-35°C memberi hari perhitungan yang lebih tinggi daripada suhu pemeraman 37°C dan waktu pemeraman 48 jam juga memberi hasil yang lebih tinggi dari 24 jam.
Menurut Dwijosaputro (2005) tujuan pengenceran adalah mendapatkan hasil beberapa koloni tumbuh dalam medium tersebut.
Menurut Pradika (2009), spread plate adalah teknik penanaman yang didasarkan pada penyebaran sel permukaan agar volume yang ditanamkan umumnya 0,1 pada cawan dengan diameter ± 9 cm.
Tahap terakhir adalah menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media tersebut. Untuk menghitung jumlah mikroba yang tumbuh dapat dibantu dengan menggunakan colony counter sehingga memudahkan untuk menghitung. Setelah didapat jumlah mikroba yang tumbuh, cawan petri dicuci sampai bersih. Perhitungan koloni menggunakan rumus:


4.3 Analisa Hasil
Dari hasil praktikum mikrobiologi pangan ikani materi pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan didapatkan hasil pada kelompok 1 perlakuan kontrol/segar total koloni adalah 285x104 koloni/ml dan count/cm2 = 641,5x104 count/cm2. Pada kelompok 2 dengan perlakuan ditaruh di suhu ruang 24 jam total koloni = 164x104 koloni/ml dan count/cm2 = 363x104 koloni/ml. Pada kelompok 3 dengan perlakuan di kulkas 24 jam, total koloni = 111x104 koloni/ml dan cont/cm2 = 249,75x104 count/ml. Pada kelompok 4 dengan perlakuan di frezer 24 jam total koloni = 258x104 koloni/mll dan count= 580,5x104 count/cm2. Pada kelompok 5 dengan perlakuan kontrol segar total koloni = 114,5x104 koloni/ml dan count/cm2 = 257,62x104 count/cm2. Pada kelompok 6 perlakuan disimpan di suhu ruang 48 jam total koloni = 54x104 koloni/ml dan count/cm2 = 121,5x104 count/cm2. Pada kelompok 7 dengan perlakuan di kulkas 48 jam, total koloni = 82,5x104 kol/cm dan count/cm2 = 185,62x104 count/cm2. Sedangkan pada kelompok 8 dengan perlakuan di freezer 48 jam total koloni = 159,5x10 koloni/ml dan count/cm2 = 358,87 count/cm2.
Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004) batas maksimum cemaran mikroba pada produk pangan yaitu:
Jenis Mikroba Batas Maksimum (sel/g)
E. coli 0 - 103
Sthaphylococcus Areus 0 – 5x103
C. perfingers 0 - 102
Vibrio Colerae Negatif
V. Paramoelyticus Negatif
Salmonella Negatif
Enterococci 102 - 103
Kapang 50 - 104
Khamis 50
Caliform fekal 0 - 102

Dari hasil menunjukkan bahwa suhu penyimpanan suatu bahan terbanyak jumlah mikrobanya adalah kelompok 1 dengan perlakuan kontrol selama 24 jam sebesar 285x104 kol/ml. Sedangkan jumlah koloni yang paling sedikit terdapat pada kelompok 6 dengan perlakuan suhu ruang selama 24 jam sebesar 54x104kol/ml, ini dikarenakan semua pengujian duplo TBUD dan hanya 1 yang bisa dihitung jumlah koloni pada pengenceran 10-3. Hal ini disebabkan oleh kelalaian praktikan pada saat melakukan praktikum tidak mengutamakan salinitas.


5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari praktikum mikrobiologi pangan ikani materi pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan adalah:
 Suhu sangat berperan dalam pertumbuhan bakteri pembusuk ikan
 Pada suhu rendah proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan mengarah pada kemunduran mutu ikan
 Fase pertumbuhan mikroorganisme menurut Fardiaz (1992) adalah:
1. Fase adaptasi
2. Fase logaritmik
3. Fase pertumbuhan logaritmik
4. Fase pertumbuhan lambat
5. Fase pertumbuhan tetap
6. Fase menuju kematian
 Jumlah koloni yang paling banyak adalah kelompok 1 dengan perlakuan kontrol selama 24 jam sebesar 285x104 kol/ml. Sedangkan jumlah koloni yang paling sedikit adalah kelompok 6 dengan perlakuan suhu ruang selama 24 jam sebesar 54x104 koloni/ml.
 Suplai zat gizi, suhu, waktu, air, pH dan tersedianya oksigen merupakan faktor yang penting dalam ekosistem pangan.

5.2 Saran
Diharapkan peralatan yang ada di praktikum untuk lebih diperlengkapi lagi agar ketika praktikum tidak perlu menggunakan alat secara bergantian yang dapat memperlambat waktu pengujian.



LAMPIRAN

∞ Perhitungan Media
- Nafis 0,9%
Tabung rekasi 9 ml = 32 x 9 ml = 288 ml
NaCl = x 288 = 2,59 ml
- PCA
Cawan 20 ml = 32 x 20 ml = 640 ml
PCA = x 640 = 11,2 gram PCA
∞ Perhitungan koloni 1
- Kelompok 1
10-3 = 285 x x = 285 x =285 x 104
10-4 = 156 x x = 156 x = 156 x 105
= 1560 x 104
= = 5,47 > 2
 total koloni = 922,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (922,5 x 104¬) = 3075,65 x 104 Count/cm2
- Kelompok 2
10-3 = 164 x x = 164 x =164 x 104
10-4 = 153 x x = 153 x = 153 x 105
= 1530 x 104
= = 9,329 > 2
 total koloni = 847 x 104
Count/cm2 = x 9 (847 x 104¬) = 1905,75 x 104 Count/cm2
- Kelompok 3
10-3 = 111 x x = 111 x =111 x 104
10-4 = x x = 213 x = 153 x 105
= 21302 x 104
= = 19,189 > 2
 total koloni = 1120,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (1120,5 x 104¬) = 249,75 x 104 Count/cm2
- Kelompok 4
10-3 = 258 x x = 258 x = 258 x 104
10-4 = 123 x x = 123 x = 123 x 105
= 1230 x 104
= = 4,578 > 2
 total koloni = 342 x 104
Count/cm2 = x 9 (342 x 104¬) = 769,5 x 104 Count/cm2
- Kelompok 6
10-3 = 54 x x = 54 x = 54 x 104
10-4 = 0
 total koloni = 54 x 104
Count/cm2 = x 9 (54 x 104¬) = 121,5 x 104 Count/cm2

- Kelompok 7
10-3 = x x = 82,5 x = 82,5 x 104
10-4 = x x = 77 x = 77 x 105
= 770 x 104
= = 9,33 > 2
 total koloni = 852,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (852,5 x 104¬) = 1918,12 x 104 Count/cm2

- Kelompok 8
10-3 = x x = 159,5 x = 159,5 x 104
10-4 = x x = 135,5 x = 135,5 x 105
= 1355 x 104
= = 8,495 > 2
 total koloni = 1314,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (1314,5 x 104¬) = 3467,62 x 104 Count/cm2




DAFTAR PUSTAKA



Adawiyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Admin, Wasna. 2001. Analisa Pertumbuhan Mikroba Ikan Sambal Siam secara Rensiling. Jurnal Hakus Indonesia 4 vol. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2004. Status Regulasi Cemaran dalam Produk Pangan. Buletin Keamanan Pangan No.6 hal.4-5.
Buckle, K.A, R.A. Edwards, GH. Fleet dan M. Wotton, 2009. Ilmu Pangan. UI-Press. Jakarta.
Chaidir, A dan D Budiyanto. 2003. Pemanfaatan Tetelan Ikan Tuna sebagai Bahan Baku Industri Pengalengan Ikan. Jurnal Pasca Panen Perikanan Vol.XIII.
Dwijosaputro, 1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gozali, T.D. Muchtadi dan Yaroh. 2004. Peningkatan Daya Tahan Simpan “Sate Bandeng” (Chanos-Chanos) dengan cara Penyimpanan Dingin dan Pembekuan. Infomatek Volume 6 nomor 1, 1 Maret 2004.
Junianto, 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kusumawati, 2009. Klasifikasi Ikan Nila. http://Kusumati-blogspot.com/klasifikasi ikan nila. diakses tanggal 19 April 2010. Pukul 13.00 WIB

Muriyati dan Sunarman, 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan, Konisius, Yogyakarta.
Munandar A, Nurjanah, Mala Nurmala. 2009. Kemunduran Mutu Ikan (Oreochromis Nilaticus) pada penyimpanan suhu rendah dengan perlakuan cara kematian dan penyiangan, IPB. Bogor

Nikelin, J.K. Graeme C dan T. Pagel 1999. Microbiology Bloss Scientific Publishere.
Pradhika.2008. Mikro-Banget. http://eknomsaurus.blogspot.com/2008/u/bab 4-isolasi.mikroorganisme.html.diakses tanggal 10 April 2010 pukul 10.00 WIB.

Rastini, 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobasillus Bantonum terhadap masa Simpan Fillet Ikan Merah pada Suhu Rendah. Unpad. Bandung.
Sartika.2005. Analisis Mikrobiologi Escheria Coli 0,57;H7, pada hasil olahan hewan sapi dan frose reproduksinya. Makna kesehatan vol. 9 no. 1 Juni 2005.25-28

PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Produk-produk hasil perikanan seperti ikan mempunyai potensi yang besar sebagai penyebk keracunan makanan. Meskipun makanan-makanan hasil laut setelah ditangkap dari air yang terpolusi, tetapi kontaminasi dari bakteri pathogen dapat terjadi selama penanganan dan pengolahan. Ikan segar yang baru ditangkap umumnya mengandung mikroornisme sebanyak 10-2 sampai 10-3 sel/cm2 permukaan kulit atau mikroorganisme gram daging (Fardiaz, 1992).
Ikan merupakan salah satu sumber protein yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena kandungan proteinnya tinggi, mengandung asam amino esensial, nilai biologinya tinggi dan harganya murah dibandingkan sumber protein lainnya, memiliki kelemahan karena cepat mengalmi kebusukan (Adawyah, 2007).
Selama penyimpanan pada suhu rendah bakteri Pseudomonas, Ateromnas,Miraxella dan Acerobacter meningkat lebih cepat dibandingkan dengan organism lainnya. Pada tahap pembusukan, bakteri ini mencapai 80% dari total pada ikan. Perbedaab jenis dipengaruhi oleh musim dan letak geografis, cara penangkapan dan penanganan ikan (Junianto, 2003).
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah busuk. Pembusukan dapat terjadi antara lain oleh perlakuan ikan setelah ditangkap dan ikan yang banyak berontak (Gozali et al., 2004).

1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum mikrobiologi pangan ikan mengenal pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan, adalah untuk mengetahui pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan.
Sedangkan tujuan dari praktikum mikrobiologi pangan pada materi ini adalah agar praktikan dapat membandingkan pengaruh perbedaan suhu penyimpanan ikan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan serta untuk mendapatkan suhu penyimpanan yang efektif untuk mempertahankan kesegaran ikan tersebut dan mengetahui jumlah mikroba yang tumbuh dengan perlakuan suhu penyimpanan yang berbeda.

1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum mikrobiologi pangan ikan mengenai pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan dilaksanakan pada tanggal 31 Maret 2010 pukul 13.00 – selesai dan dilakukan preparasi pada hari Selasa, pada tanggal 30 Maret 2010 pukul 15.00 WIB – selesai serta dilakukan pengamatan pada hari Kamis pada tanggal 1 April 2010 pukul 15.00 WIB di Laboratorium Mikrobiologi Dasar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang


2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Sampel (Ikan Nila)
Menurut Kusumawaty (2009), klasifikasi ikan nila sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Osteichtes
Sub kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percormorphii
Sub ordo : Percoidae
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreo niloticus
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar. Ikan nila merupakan ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai 30 cm. Sirip punggung (dorsal) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari lunak dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 11-18 jari-jari. Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan dengan beberapa pita gelap melintang yang pemakan omnivore, pemakan plankton, serta pemakan aneka tumbuhan hingga kini diperkirakan dapat sebagai pengendal gulma air. Secara alami ikan nila ditemukan mulai dari syaria utara hingga Afrika Timur sampai Koggo dan Liberia. Ikan nila maupun sumber protein hewani bagi konsumsi manusia. Nilai kurang bagi ikan nila sebagai bahan konsumsi adalah kandungan asam lemak omega -6 yang tinggi sementara asam lemak omega -3 yang rendah. Komposisi ini kurang baik bagi mereka yang memiliki penyakit dengan peredaran darah (Anonymous,2009).
Menurut Rostini (2007), komposisi kimia nila merah dalam 100 gram daging:

2.2 Penanganan Ikan Berdasarkan Suhu Penyimpanan
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), ikan segar atau ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan dengan apa pun kecuali semata – mata didinginkan dengan es. Penanganan ikan segar dimaksudkan sebagai semua pekerjaan yang dilakukan terhadap ikan segar sejak ditangkapa samapai saat diterima oleh pemakaiannya. Pekerjaan ini dilakukan oleh nelayan, pedagang, pengolah, penyalur, pengencer dan seterusnya hingga konsumen.
Menurut Buckle et. al.(2007) proses pembekuan menyangkut penyimpanan ikan pada suhu jauh di bawah 0oC. untuk menghambat tumbuhnya bakteri dalam jangka waktu yang lama, diperlukan suhu -10oC sampai -12oC. Tetapi perubahan – perubahan lain yang tidak dikehendaki seperti denaturasi, protein dan ketengikan lemak hanya dapat diatasi dengan penggunaan suhu rendah -20oC sampai -30oC.
Pendinginan ikan hingga 0oC dapat memperpanjang kesegaran ikan antara 12 – 18 hari sejak saat ikan ditangkap dan tergantung pada jenis ikan cara penanganan, serta teknik pendinginannya. Proses pendinginanan hanya mampu menghamabat aktivitas mikrooorganisme dan menghambat aktivitas mikroorganisme. aktivitas akan kembali normal jika suhu tubuh ikan kembali naik (Adawyah, 2007).
Pada suhu rendah (dingin atau beku) proses-proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat. Selain itu pada kondisi lebih rendah, pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga dapat diperlambat (Junianto,2003).

2.3 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme dan Grafik / Kurva Pertumbuhan
Menurut Admin (2001), dalam Firmangalung (2009), bila bakteri diinokulasikan dalam medium baru, pembiakan tidak segera terjadi tetapi ada periode penyesuaian pada lingkungan tang dikenal dengan pertumbuhan. Kemudian akan memperbanyak diri (replikasi) dengan laju yang konstan, sehingga diperoleh kurva pertumbuhan. Pada kurva pertumbuhan dikenal beberapa fase pertumbuhan yaitu:
• Fase lamban
Fase lamban merupakan periode awal dan merupakan fase penyesuaian diri sehingga tidak ada pertambahan jumlah sel, bahkan kadang-kadang jumlah sel menurun.
• Fase cepat
Face cepat merupakan periode pembiakan yang cepat. Pada periode ini dapat diamati cirri-ciri sel yang aktif.


a. Fase adaptasi
Jika jasad renik dipindahkan kedalam suatu medium mula-mula akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan substrat dan kondisi lingkungan disekitarnya. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin tidak tetap, tapi kadang-kadang menurun.
b. Fase Pertumbuhan Awal
Setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri.
c. Fase Pertumbuhan Logaritmik
Fase ini jasad renik membelah dengan cepat dan konstan dimanana pertambahan jumlahnya


2.3.2 Kurva pertumbuhan

Keterangan :
1. Fase Adaptasi
2. Fase Permulaan Pembiakan
3. Fase Pembiakan Cepat
4. Fase Pembiakan diperlambat
5. Fase Konstan
6. Fase Kematian
7. Fase Kematian dipercepat
Fase-fase pertumbuhan bakteri yang terjadi bila bakteri diinakulasi pada medium biakan. Fase sel mulai mensintesis enzim-enzim yang dapat dirangsang dan menggunakan sadangan makanan. Fase pertumbuhan logaritmik laju pembiakan tetap. Fase stationer = laju kematian sama dengan laju penambahan. Fase kematian = sel-sel mulai mati pada laju yang lebih cepat daripada laju pembiakan (Layer. et al., 1992).

2.3.3. Grafik Hubungan Suhu dan Pertumbuhan Self Life
Menurut Dwijosaputra (1989) Grafik hubungan pertumbuhan bakteri dengan suhu adalah :
Y = Pertumbuhan
X = Suhu

Keterangan : A = Psikotrofil
B = Mesofil
C = Termofil
Telah menunjukkan suhu optimum

f) Fase menuju kematian dan fasa kematian
Pada proses ini populasi jasad renik mulai mengalami kematian karena beberapa sebab yaitu :
1. Nutrien didalam medium sudah
2. Energi cadangan didalam sel habis
Jumlah sel yang mati semakin lama akan semakin banyak dan kecepatan kematian dipengaruhi oleh kondisi nutrien, lingkungan dan jenis jasad renik.

2.4. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
Pengawetan pangan dengan menggunakan suhu rendah akan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Bakteri pembusukhidup pada suhu antara 0-300C, bila suhu diturunkan dengan cepat sampai dibawah 00C, maka proses pembusukan akan terhambat, karena pada suhu ini kegiatan bakteri akan terhenti sama sekali. Sedangkan kegiatan enzim perusak telah lebih dulu terhambat. Dasar inilah yang digunakan untuk mengawetkan ikan dengan es (termasuk pembekuan) (Gozali, et al,2008).
Pada suhu rendah (dingin/beku) proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu ikan menjadi lebih lambat. Selain itu pada kondisi lebih rendah, pertumbuhan bakteri pembusuk dalam tubuh ikan juga dapat diperlambat. Dengan demikian, kesegaran ikan akan semakin lama dipertahankan (Julianto, 2003).
Berdasarkan hubungan antar suhu dan pertumbuhan, mikroorganisme dapat dikelompokkan sebagai psikotrof, mesofilik, termotrof/termofilik. Dalam keadaan suhu beku (dibawah-150C) pertumbuhan mikroorganisme terhenti dan kebanyakan mikroorganisme mulai mati secara perlahan. Apabila bahan pangan disimpan pada suhu yang cukup panas (50-500C) untuk waktu yang cukup lama mikroorganisme thermotrophik dan termofilik berkembang secara selektif.
Suhu dimana suatu makanan disimpan sangat besar pengaruhnya terhadap jasad renik yang dapat tumbuh serta kecepatan pertumbuhannya. Kapang dan khamir pada umumnya tergolong dalam mesofil, yaitu tumbuh dengan baik pada makanan yang disimpan pada suhu kamar, bahkan beberapa masih hidup pada suhu dingin (Fardiaz, 1992)

2.5. Macam Bakteri Berdasarkan Kisaran Suhu Hidupnya.
Menurut Kusnandar (2002) Berdasarkan suhu optimum pertumbuhan mikroorganisme dapat dibedakan atas tiga tahap yaitu :
a) Psikotropik, suhu optimum 14-200C tetapi dapat tumbuh lambat pada suhu refrigrator (40C) kelompok organisme ini yang penting pada makanan kaleng adalah clostridium botolinum tipe E dan strain non proteolitik tipe B dan F.
b) Mesofilik suhu optimum 30-370C. suhu ini merupakan suhu normal gudang clostridium botolinum merupakan salah satu contoh mikroorganisme kelompok ini.
c) Termofilik, suhu optimum kebanyakan termofili pada suhu 450C-600C jika spora bakteri tidak dapat bergeminasi dan tidak tumbuh dibawah suhu 500C-660C atau pada suhu yang lebih rendah (380C) bakteri ini disebut fakultatif termofilik.
Menurut Fardiaz (1992) mikroorganisme dapat dibedakan atas 3 group berdasarkan suhu optimum :
1. Psikrofil mempunyai suhu optimum 5 – 150C dengan kisaran suhu pertumbuhan 5-200C.
2. Mesofil yang mempunyai suhu optimum 20-400C dengan kisaran suhu pertumbuhan 10-450C
3. Termofil mempunyai suhu optimum 45-600C dengan kisaran suhu pertumbuhan 25-800C.


2.6. Laboratory Asesment.
Bahan pemeriksaan berupa hapusan tangan atau swab dari petugas pemotong hewan di RpH dengan menggunakan lidi, kapas steril, cara kerja :
1. Lidi kapas steril dideskan pada tangan responden, kemudian lidi dimasukkan dalam perbenihan transport yang blair dan segera dibawa kelaboratorium. Hapusan tangan sebagian ditanam langsung ke MC conney, PCA. Nutrient agar (persemalam) dengan air peptone.
2. Pembenihan yang telah ditanami kemudian dieramkan selama 18-24 jam pada suhu 370C.
3. Koloni yang tumbuh pada pembenihan kemudian dimurnikan lalu diidentifikasi dengan pemeriksaan serologis dan biokimia.
4. Apabila terdapat kuman photogen escheria colu maka dilakukan isolasi dan ditanam pada SMAC kemudian dieramkan pada suhu 370C selama 18-24 jam. Bila terdapat koloni merah dengan zona putih disekitarnya maka diduga kuman E.coli diduga secara serelogis dan hasilnya di bandingkan dengan E.coli standar (Jartika et.,al.2005).



3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Fungsi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum tentang pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba ini adalah.
• Tabung reaksi : Untuk tempat pengenceran bertingkat dan tempat larutan NaFis 0,9%
• Bunsen : Menciptakan kondisi aseptis
• Cawan petri : Membiakkan mikroba
• Rak tabung reaksi : Tempat meletakkan tabung reaksi
• Pipet serologis 1 ml : Mengambil larutan 0,1 ml pada saat penanaman dan 1 ml untuk pengenceran
• Timbangan digital : Untuk menimbang sampel sebanyak 1 gr dengan
ketelitian 0,01 gr
• Sprayer : Tempat alkohol sebagai banhan sterilisasi
• Triangle : Untuk meratakan sampel saat penanaman
• Telenan : Untuk alas memotong sampel
• Beaker glass 250 ml : Sebagai wadah alkohol dan triangle
• Colony counter : Untuk menghitung jumlah koloni bakteri
• Pisau : Memotong sampel
• Mortar : Menghaluskan sampel
• Erlenmeyer 250 ml : Sebagai wadah pembuatan PCA
• Autoklat : Mensterilkan alat dan bahan, pada suhu 1210C,
tekanan 1 atm, selama 15-20 menit
• Spatula : Tempat inkubasi pada suhu kamar
• Gelas ukur : Untuk mengukur aquades


3.2 Bahan dan Fungsi
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum tentang pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba adalah :
• Ikan nila : Sebagai sampel yang diuji
• PCA : Sebagai media pertumbuhan mikroba
• Alkohol : Untuk menciptakan kondisi aseptis
• Kertas Label : Untuk menandai setiap
• Kapas :Untuk menutup lubang tabung reaksi, pipet serologis dan Erlenmeyer 250 ml
• Air : Untuk membersihkan peralatan yang telah
digunakan
• Kertas Koran : Untuk membungkus alat yang telah disterilisasi
• Na Fis 0.9% : Sebagai pengencer dan mempertahankan tekanan osmosis pada mikroba
• Tali : Untuk mengikat plastik
• Aquadest : Untuk pelarut PCA dan Na Fis 0.9%
• Tissue : Untuk mengeringkan peralatan
• Alufo 4 cm : Untuk memberikan batasan dalam menggunakan swap pada permukaan sampel yang akan diambil mikrobanya
• Swap steril : Untuk mengambil mikroorganisme pada permukaan sampel



4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Kel. Perlakuan A B  koloni/ count (koloni/ml) Count/cm2 (count/ml)
10-3 10-4 10-3 10-4
1 Kontrol/segar 285 156 TBUD TBUD 285x104 641,25x104
2 Suhu ruang 24 jam 164 153 - - 164x104 369x104
3 Kulkas 24 jam Spreader 239 111 187 111x104 249,72x104
4 Freezer 24 jam 258 TBUD TBUD 123 258x104 580,5x104
5 Kontrol/segar 184 102 45 12 114,5x104 257,625x104
6 Suhu ruang 24 jam 54 TBUD TBUD TBUD 54x104 121,5x104
7 Kulkas 24 jam 91 81 74 73 82,5x104 185,625x104
8 Freezer 24 jam 202 99 117 172 159,5x104 385,875x104

4.2 Analisa Prosedur

Pada praktikum ini, peralatan yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu dalam autoclave bertujuan untuk mematikan semua organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121°C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Menurut Nikclin et.al., (1999) dalam stabilitas panas dari hasil spora bakteri, tidak bisa dihilangkan dengan cara sterilisasi mendidih yang menggunakan panas basah, sehingga harus dilakukan pada temperatur lebih tinggi dan tekanan autoclave. Mesin ini beroperasi normal pada suhu 121° dan 15 psi cukup membunuh kebanyakan mikroba. Selain itu menurut Chaidir dan Budianto (2003), sterilisasi adalah pemanasan pada suhu diatas 100°C dalam waktu yang relatif lama sehingga mikroba mati.
Tahap awal yang dilakukan adalah membuat preparasi sehari sebelum praktikum. Preparasi yang dibuat adalah pada sampel pada sampel ikan nila dengan perlakuan disimpan pada suhu kamar selama 24 jam, disimpan dalam kulkas selama 24 jam, freezer 24 jam. Tujuan dari perlakuan berbeda ini adalah sebagai pembanding.
Pada saat praktikum, peralatan dan bahan yang dibutuhkan disiapkan terlebih dahulu. Pertama-tama menyiapkan aluminium foil yang telah disterilisasi agar aseptis. Aluminium foil dilubangi seluas 4 cm2 pada bagian tengah dengan tujuan untuk membatasi wilayah pengambilan bakteri yang terdapat pada permukaan sampel. Aluminium foil yang telah dilubangi diaseptis dekat Bunsen, kemudian ditempel pada permukaan sampel.
Langkah selanjutnya swap steril digosok-gosok pada lubang seluas 4 cm2 dengan tujuan untuk mengambil bakteri pada sampel. Swap tersebut dimasukkan ke dalam Na-Fis (9 ml) steril dengan diputar pada dinding tabung reaksi dan dicatat sebagai pengenceran 10-1 dihomogenkan. Kemudian diambil 1 ml dengan menggunakan pipet serologis dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml Na-Fis 0,9%. Sebagai pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama pengenceran dari 10-2 menjadi 10-3 dan 10-3 menjadi 10-4. Pipet serologis yang digunakan untuk tiap pengenceran sebelumnya. Tujuan dari pengenceran yaitu mengurangi padatan. Pada pengenceran 10-3 dan 10-4 diambil lagi 0,1 ml, lalu dimasukkan dalam cawan petri yang telah berisi media PCA. Penanaman dilakukan secara duplo dengan tujuan agar cawan yang satu dijadikan koreksi bagi cawan lain. Metode yang dilakukan yaitu metode spreed. Teknik spreed plate (lempeng datar) adalah suatu teknik di dalam menumbuhkan mikroorganisme di dalam media agar dengan cara menuangkan stok kultur bakteri/menghapuskannya di atas media yang telah memadat. Selanjutnya cawan yang sudah berisi media dan sampel diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari dengan tujuan dalam incase, cawan petri dimasukkan dalam plastik dibalik agar uap air tidak jatuh pada media biakan kemudian diikat. Pada umumnya suhu pemeraman 25°-35°C memberi hari perhitungan yang lebih tinggi daripada suhu pemeraman 37°C dan waktu pemeraman 48 jam juga memberi hasil yang lebih tinggi dari 24 jam.
Menurut Dwijosaputro (2005) tujuan pengenceran adalah mendapatkan hasil beberapa koloni tumbuh dalam medium tersebut.
Menurut Pradika (2009), spread plate adalah teknik penanaman yang didasarkan pada penyebaran sel permukaan agar volume yang ditanamkan umumnya 0,1 pada cawan dengan diameter ± 9 cm.
Tahap terakhir adalah menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada media tersebut. Untuk menghitung jumlah mikroba yang tumbuh dapat dibantu dengan menggunakan colony counter sehingga memudahkan untuk menghitung. Setelah didapat jumlah mikroba yang tumbuh, cawan petri dicuci sampai bersih. Perhitungan koloni menggunakan rumus:


4.3 Analisa Hasil
Dari hasil praktikum mikrobiologi pangan ikani materi pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan didapatkan hasil pada kelompok 1 perlakuan kontrol/segar total koloni adalah 285x104 koloni/ml dan count/cm2 = 641,5x104 count/cm2. Pada kelompok 2 dengan perlakuan ditaruh di suhu ruang 24 jam total koloni = 164x104 koloni/ml dan count/cm2 = 363x104 koloni/ml. Pada kelompok 3 dengan perlakuan di kulkas 24 jam, total koloni = 111x104 koloni/ml dan cont/cm2 = 249,75x104 count/ml. Pada kelompok 4 dengan perlakuan di frezer 24 jam total koloni = 258x104 koloni/mll dan count= 580,5x104 count/cm2. Pada kelompok 5 dengan perlakuan kontrol segar total koloni = 114,5x104 koloni/ml dan count/cm2 = 257,62x104 count/cm2. Pada kelompok 6 perlakuan disimpan di suhu ruang 48 jam total koloni = 54x104 koloni/ml dan count/cm2 = 121,5x104 count/cm2. Pada kelompok 7 dengan perlakuan di kulkas 48 jam, total koloni = 82,5x104 kol/cm dan count/cm2 = 185,62x104 count/cm2. Sedangkan pada kelompok 8 dengan perlakuan di freezer 48 jam total koloni = 159,5x10 koloni/ml dan count/cm2 = 358,87 count/cm2.
Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004) batas maksimum cemaran mikroba pada produk pangan yaitu:
Jenis Mikroba Batas Maksimum (sel/g)
E. coli 0 - 103
Sthaphylococcus Areus 0 – 5x103
C. perfingers 0 - 102
Vibrio Colerae Negatif
V. Paramoelyticus Negatif
Salmonella Negatif
Enterococci 102 - 103
Kapang 50 - 104
Khamis 50
Caliform fekal 0 - 102

Dari hasil menunjukkan bahwa suhu penyimpanan suatu bahan terbanyak jumlah mikrobanya adalah kelompok 1 dengan perlakuan kontrol selama 24 jam sebesar 285x104 kol/ml. Sedangkan jumlah koloni yang paling sedikit terdapat pada kelompok 6 dengan perlakuan suhu ruang selama 24 jam sebesar 54x104kol/ml, ini dikarenakan semua pengujian duplo TBUD dan hanya 1 yang bisa dihitung jumlah koloni pada pengenceran 10-3. Hal ini disebabkan oleh kelalaian praktikan pada saat melakukan praktikum tidak mengutamakan salinitas.


5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat disimpulkan dari praktikum mikrobiologi pangan ikani materi pengaruh suhu penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroba pada ikan adalah:
 Suhu sangat berperan dalam pertumbuhan bakteri pembusuk ikan
 Pada suhu rendah proses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan mengarah pada kemunduran mutu ikan
 Fase pertumbuhan mikroorganisme menurut Fardiaz (1992) adalah:
1. Fase adaptasi
2. Fase logaritmik
3. Fase pertumbuhan logaritmik
4. Fase pertumbuhan lambat
5. Fase pertumbuhan tetap
6. Fase menuju kematian
 Jumlah koloni yang paling banyak adalah kelompok 1 dengan perlakuan kontrol selama 24 jam sebesar 285x104 kol/ml. Sedangkan jumlah koloni yang paling sedikit adalah kelompok 6 dengan perlakuan suhu ruang selama 24 jam sebesar 54x104 koloni/ml.
 Suplai zat gizi, suhu, waktu, air, pH dan tersedianya oksigen merupakan faktor yang penting dalam ekosistem pangan.

5.2 Saran
Diharapkan peralatan yang ada di praktikum untuk lebih diperlengkapi lagi agar ketika praktikum tidak perlu menggunakan alat secara bergantian yang dapat memperlambat waktu pengujian.



LAMPIRAN

∞ Perhitungan Media
- Nafis 0,9%
Tabung rekasi 9 ml = 32 x 9 ml = 288 ml
NaCl = x 288 = 2,59 ml
- PCA
Cawan 20 ml = 32 x 20 ml = 640 ml
PCA = x 640 = 11,2 gram PCA
∞ Perhitungan koloni 1
- Kelompok 1
10-3 = 285 x x = 285 x =285 x 104
10-4 = 156 x x = 156 x = 156 x 105
= 1560 x 104
= = 5,47 > 2
 total koloni = 922,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (922,5 x 104¬) = 3075,65 x 104 Count/cm2
- Kelompok 2
10-3 = 164 x x = 164 x =164 x 104
10-4 = 153 x x = 153 x = 153 x 105
= 1530 x 104
= = 9,329 > 2
 total koloni = 847 x 104
Count/cm2 = x 9 (847 x 104¬) = 1905,75 x 104 Count/cm2
- Kelompok 3
10-3 = 111 x x = 111 x =111 x 104
10-4 = x x = 213 x = 153 x 105
= 21302 x 104
= = 19,189 > 2
 total koloni = 1120,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (1120,5 x 104¬) = 249,75 x 104 Count/cm2
- Kelompok 4
10-3 = 258 x x = 258 x = 258 x 104
10-4 = 123 x x = 123 x = 123 x 105
= 1230 x 104
= = 4,578 > 2
 total koloni = 342 x 104
Count/cm2 = x 9 (342 x 104¬) = 769,5 x 104 Count/cm2
- Kelompok 6
10-3 = 54 x x = 54 x = 54 x 104
10-4 = 0
 total koloni = 54 x 104
Count/cm2 = x 9 (54 x 104¬) = 121,5 x 104 Count/cm2

- Kelompok 7
10-3 = x x = 82,5 x = 82,5 x 104
10-4 = x x = 77 x = 77 x 105
= 770 x 104
= = 9,33 > 2
 total koloni = 852,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (852,5 x 104¬) = 1918,12 x 104 Count/cm2

- Kelompok 8
10-3 = x x = 159,5 x = 159,5 x 104
10-4 = x x = 135,5 x = 135,5 x 105
= 1355 x 104
= = 8,495 > 2
 total koloni = 1314,5 x 104
Count/cm2 = x 9 (1314,5 x 104¬) = 3467,62 x 104 Count/cm2




DAFTAR PUSTAKA



Adawiyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Admin, Wasna. 2001. Analisa Pertumbuhan Mikroba Ikan Sambal Siam secara Rensiling. Jurnal Hakus Indonesia 4 vol. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2004. Status Regulasi Cemaran dalam Produk Pangan. Buletin Keamanan Pangan No.6 hal.4-5.
Buckle, K.A, R.A. Edwards, GH. Fleet dan M. Wotton, 2009. Ilmu Pangan. UI-Press. Jakarta.
Chaidir, A dan D Budiyanto. 2003. Pemanfaatan Tetelan Ikan Tuna sebagai Bahan Baku Industri Pengalengan Ikan. Jurnal Pasca Panen Perikanan Vol.XIII.
Dwijosaputro, 1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Gozali, T.D. Muchtadi dan Yaroh. 2004. Peningkatan Daya Tahan Simpan “Sate Bandeng” (Chanos-Chanos) dengan cara Penyimpanan Dingin dan Pembekuan. Infomatek Volume 6 nomor 1, 1 Maret 2004.
Junianto, 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kusumawati, 2009. Klasifikasi Ikan Nila. http://Kusumati-blogspot.com/klasifikasi ikan nila. diakses tanggal 19 April 2010. Pukul 13.00 WIB

Muriyati dan Sunarman, 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan, Konisius, Yogyakarta.
Munandar A, Nurjanah, Mala Nurmala. 2009. Kemunduran Mutu Ikan (Oreochromis Nilaticus) pada penyimpanan suhu rendah dengan perlakuan cara kematian dan penyiangan, IPB. Bogor

Nikelin, J.K. Graeme C dan T. Pagel 1999. Microbiology Bloss Scientific Publishere.
Pradhika.2008. Mikro-Banget. http://eknomsaurus.blogspot.com/2008/u/bab 4-isolasi.mikroorganisme.html.diakses tanggal 10 April 2010 pukul 10.00 WIB.

Rastini, 2007. Peranan Bakteri Asam Laktat (Lactobasillus Bantonum terhadap masa Simpan Fillet Ikan Merah pada Suhu Rendah. Unpad. Bandung.
Sartika.2005. Analisis Mikrobiologi Escheria Coli 0,57;H7, pada hasil olahan hewan sapi dan frose reproduksinya. Makna kesehatan vol. 9 no. 1 Juni 2005.25-28